Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hasto Simpan Rahasia Jokowi? Siapa yang Politisasi Hukum?

28 Desember 2024   17:57 Diperbarui: 28 Desember 2024   18:16 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasto Kristiyanto sekjend PDIP (Liputan6.com)

Isu hukum dan politik di Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat. Kali ini, pernyataan juru bicara PDI Perjuangan, Guntur Romli, yang membela Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, memunculkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang mempolitisasi hukum?

Guntur menyebut bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menetapkan Hasto sebagai tersangka, adalah hasil pilihan era Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Kalau bahasa Jawanya, nabok nyilih tangan, menampar pakai tangan orang lain," ujarnya, Jumat (27/12/2024). Ia menegaskan bahwa pimpinan KPK saat ini dipilih dan diangkat di era Jokowi, menandakan pengaruh Presiden ke-7 RI itu masih kuat meski sudah lengser dari kekuasaan.

Dikatakan Romli juga Hasto menyimpan banyak video korupsi para pejabat dan bukti keinginan Jokowi untuk berkuasa sebagai presiden tiga periode.

Namun, benarkah Jokowi yang bertanggung jawab atas semua keputusan KPK saat ini? Ataukah ini hanya upaya mengalihkan perhatian dari substansi kasus hukum yang menjerat Hasto Kristiyanto?

Dinamika KPK dan Pilihan di Era Jokowi

KPK sebagai lembaga antikorupsi independen melalui proses seleksi ketat untuk memilih para pemimpinnya. Tim seleksi calon pimpinan KPK terdiri dari tokoh-tokoh independen yang diusulkan dan disahkan oleh DPR. Fakta bahwa DPR juga didominasi oleh partai besar seperti PDIP, menimbulkan paradoks: bukankah partai yang sama turut berperan dalam memilih pimpinan KPK?

Lebih lanjut, Presiden hanya mengesahkan hasil seleksi yang sudah melewati serangkaian tahapan. Maka, menuding KPK sebagai "orangnya Jokowi" tampak berlebihan, bahkan kontradiktif.

"Presiden boleh berganti, tapi yang disebut 'orang-orang Jokowi' masih berkuasa di negeri ini," tambah Guntur. Pernyataan ini menyiratkan seolah ada "bayang-bayang kekuasaan" Jokowi yang masih mengendalikan jalannya pemerintahan. Namun, apakah ini argumentasi atau sekadar opini tanpa data?

Mengapa Hasto Tidak Fokus pada Kasus Hukum?

Pernyataan Guntur juga menggeser fokus dari inti masalah. Kasus Hasto Kristiyanto adalah isu hukum, bukan politik. Namun, langkah PDIP yang menyalahkan pengaruh Jokowi atau mekanisme seleksi KPK menunjukkan upaya mengaburkan substansi kasus.

Jika Hasto yakin tidak bersalah, mengapa tidak menjawab bukti-bukti hukum yang disampaikan oleh KPK? Mengapa narasi politik yang justru dikedepankan? Langkah ini justru memperkuat anggapan bahwa ada upaya politisasi kasus hukum.

KPK, sebagai lembaga yang bekerja berdasarkan data dan fakta, telah menetapkan Hasto sebagai tersangka dengan bukti-bukti yang dianggap cukup. Sebaliknya, tuduhan terhadap KPK sebagai alat politik era Jokowi justru terkesan melemahkan narasi independensi hukum di Indonesia.

Tingkat Kepercayaan Publik terhadap Jokowi

Fakta lain yang perlu dicermati adalah tingginya tingkat kepercayaan publik terhadap Jokowi, bahkan setelah ia meninggalkan jabatannya. Survei terakhir menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi masih di atas 80%. Ini menjadi alasan mengapa banyak lawan politik Jokowi berusaha menjatuhkan kredibilitasnya.

Namun, menghubungkan semua masalah di negeri ini dengan Jokowi, seperti yang dilakukan PDIP melalui Guntur, justru bisa menjadi bumerang. Publik mungkin melihat langkah ini sebagai upaya melemahkan citra Jokowi demi mengaburkan isu hukum yang sebenarnya.

Politisasi Hukum: Siapa yang Sebenarnya Melakukannya?

Pernyataan Guntur menimbulkan ambivalensi di kalangan masyarakat. Di satu sisi, PDIP menyatakan taat hukum dan menghormati proses yang dilakukan KPK. Di sisi lain, mereka juga melontarkan narasi politis yang seolah menyudutkan Jokowi.

Sikap seperti ini justru memperlihatkan bahwa PDIP sedang melakukan apa yang mereka tuduhkan kepada pihak lain: mempolitisasi hukum. Tuduhan bahwa KPK adalah alat politik Jokowi seakan menjadi tameng untuk menghindari pembahasan substansi kasus hukum Hasto.

Menyikapi Kasus Hukum dengan Elegan

Penting bagi semua pihak, termasuk PDIP, untuk menghadapi kasus hukum secara profesional dan transparan. Jika Hasto Kristiyanto tidak bersalah, buktikanlah melalui jalur hukum dengan bukti yang kuat. Menyeret-nyeret nama Jokowi atau membuat narasi politis hanya akan merugikan kredibilitas PDIP di mata publik.

Sebagai partai besar, PDIP seharusnya menunjukkan kedewasaan politik dengan memisahkan ranah hukum dan politik. Langkah ini tidak hanya menjaga nama baik partai, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum di Indonesia.

Kasus hukum Hasto Kristiyanto seharusnya dijawab dengan bukti, bukan dengan politisasi. Menghubungkan KPK dengan Jokowi atau menyebut bahwa pengaruhnya masih kuat di pemerintahan saat ini justru mengaburkan fokus utama: apakah Hasto bersalah atau tidak.

Biarkan hukum berbicara dengan data dan fakta. Jangan jadikan kasus ini ajang untuk menabuh genderang politik yang hanya memperkeruh situasi. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi dan keadilan, sudah saatnya kita memisahkan hukum dari politik demi masa depan Indonesia yang lebih baik.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun