Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hasto Kristiyanto Tersangka Kasus Korupsi: Ujian Profesionalitas dan Harapan untuk KPK

24 Desember 2024   14:21 Diperbarui: 24 Desember 2024   14:21 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasto Kristiyanto Sekjend PDIP (Antara)

Setelah bertahun-tahun menjadi perbincangan publik, akhirnya Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan ini menjadi tonggak baru dalam perjalanan penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait kasus korupsi yang melibatkan tokoh besar partai politik. KPK telah mengeluarkan dua surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk Hasto, masing-masing terkait kasus suap dan upaya perintangan penyidikan.
Penetapan tersangka dilakukan pada 23 Desember 2024, berdasarkan hasil ekspose perkara pada 20 Desember, setelah pimpinan baru KPK mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Prabowo Subianto. Kasus ini menjadi sorotan nasional, bukan hanya karena posisi strategis Hasto di PDIP, tetapi juga karena implikasi politik dan hukum yang menyertainya.

Kasus yang Membelit Hasto Kristiyanto

Berdasarkan Sprindik nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024, Hasto diduga terlibat dalam kasus suap yang belum diungkap detailnya oleh KPK. Sprindik kedua, nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024, menjerat Hasto atas dugaan perintangan penyidikan. Kasus ini berkaitan dengan dugaan upaya menghalangi proses hukum terhadap buronan Harun Masiku yang hingga kini masih menjadi misteri.

Sebagai Sekjen PDIP, Hasto memiliki pengaruh besar di partainya. Namun, kasus ini memunculkan spekulasi tentang apakah KPK mampu bekerja secara independen tanpa tekanan politik, mengingat PDIP adalah partai terbesar di Indonesia.

Politisasi atau Penegakan Hukum?

Penetapan Hasto sebagai tersangka memunculkan polemik. Pendukung PDIP menilai ini sebagai bentuk politisasi hukum oleh KPK, terutama mengingat momentum kasus ini yang terjadi tak lama setelah pelantikan pimpinan baru KPK. Namun, sejarah menunjukkan bahwa bukan kali ini saja KPK menindak petinggi partai politik.

Dalam dua dekade terakhir, KPK telah memenjarakan sejumlah tokoh besar partai, di antaranya:

1. Luthfi Hasan Ishaaq (Presiden PKS)

Kasus: Suap impor daging sapi.

Hukuman: 18 tahun penjara.

2. Setya Novanto (Ketua Umum Partai Golkar)

Kasus: Korupsi proyek e-KTP.

Hukuman: 15 tahun penjara.

3. Anas Urbaningrum (Ketua Umum Partai Demokrat)

Kasus: Penerimaan gratifikasi proyek Hambalang.

Hukuman: 8 tahun penjara.

4. Romahurmuziy (Sekjen PPP)

Kasus: Suap jual beli jabatan di Kemenag.

Hukuman: 2 tahun penjara.

Daftar ini menunjukkan bahwa penindakan terhadap elit partai bukanlah hal baru. Jika dilakukan secara profesional dan transparan, tindakan hukum ini seharusnya tidak dianggap sebagai serangan politik.

Korupsi dan Partai Politik: Masalah Sistemik

Kasus Hasto dan daftar tokoh di atas menggarisbawahi masalah korupsi yang mengakar di partai politik Indonesia. Dengan banyaknya kasus yang melibatkan elite partai, muncul pertanyaan: apakah ini cerminan lemahnya sistem partai atau minimnya integritas individu?

Di Indonesia, partai politik sering menjadi pusat kekuasaan yang tidak transparan. Sistem pendanaan partai yang tidak jelas memaksa banyak politisi mencari "jalan pintas" untuk membiayai kegiatan politik mereka. Inilah yang menjadi akar banyak kasus korupsi.

Harapan Baru untuk KPK

Kasus Hasto menjadi ujian penting bagi KPK di bawah kepemimpinan baru. Profesionalitas dan transparansi akan menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik yang sempat merosot dalam beberapa tahun terakhir.

KPK tidak boleh gentar menghadapi tekanan politik. Jika kasus ini ditangani dengan baik, ini akan menjadi langkah awal untuk membersihkan politik Indonesia dari praktik korupsi. Di sisi lain, masyarakat juga harus tetap kritis dan mengawal proses hukum ini agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

Momentum Perubahan

Kasus ini bukan hanya tentang Hasto atau PDIP, tetapi tentang bagaimana Indonesia bisa memperkuat integritas dalam sistem politiknya. Jika hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu, KPK dapat kembali menjadi lembaga yang dipercaya masyarakat.

Penegakan hukum yang adil akan menjadi harapan bagi masa depan politik Indonesia. Dan untuk itu, kita semua harus menjadi bagian dari perubahan. KPK, partai politik, media, dan masyarakat harus bekerja bersama untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas korupsi.

Akhir Kata

Hasto Kristiyanto mungkin bukan tokoh terakhir yang tersandung kasus korupsi. Namun, kasus ini bisa menjadi momen refleksi bagi semua pihak. Sudah waktunya bagi partai politik untuk memperbaiki sistem internal mereka, dan bagi KPK untuk membuktikan bahwa mereka adalah garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Jika itu terjadi, keadilan dan demokrasi Indonesia akan mendapat napas baru.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun