Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pencarian Harun Masiku, Apakah Akan Menjadi Misteri Abad Ini?

7 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 7 Desember 2024   14:50 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harun Masiku, sebuah nama yang belakangan ini lebih dikenal bukan karena prestasi, melainkan absensinya yang luar biasa. Bayangkan saja, seorang mantan calon anggota legislatif (caleg) yang tersandung kasus suap, berhasil menghilang begitu saja sejak awal 2020. 

Bukan kasus mega korupsi, bukan skandal triliunan rupiah, tetapi pelarian Harun Masiku telah menjadi simbol bagaimana hukum dan politik di Indonesia bercampur dalam satu cerita yang, kalau boleh kita sebut, seperti sinetron dengan plot berbelit-belit.

Sayembara Menemukan Harun Masiku

Popularitas Harun Masiku sebagai buronan KPK bahkan melahirkan fenomena yang absurd: sayembara untuk menemukannya. Bukan dari pihak berwenang, tentu saja, tetapi dari publik yang mulai jengah melihat drama tanpa akhir ini. 

Media sosial ramai dengan meme dan spekulasi liar. Apakah Harun sedang bersembunyi di pulau terpencil? Atau mungkin dia menikmati kehidupan baru di luar negeri, menggunakan identitas baru yang tidak akan pernah kita ketahui?

Ironisnya, pemerintah seolah hanya berdiri di tepi lapangan, menonton pertandingan yang mereka seharusnya mainkan. 

Harun Masiku, yang ditetapkan sebagai buronan, tidak lagi menjadi prioritas. Padahal, suap yang melibatkan dirinya adalah tentang upaya untuk memanipulasi demokrasi---sebuah dosa besar dalam negara yang mengaku berbasis hukum.

KPK: Dari Harimau Menjadi Kucing Peliharaan?

Di tengah drama ini, sorotan tajam tertuju pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dulu, lembaga ini dikenal sebagai momok bagi para koruptor. Tapi kini, KPK seolah kehilangan taringnya, menjadi lembaga pelengkap administratif yang jauh dari kesan menakutkan.

Kasus Harun Masiku adalah cermin besar bagi KPK. Publik bertanya-tanya, apakah lembaga ini sengaja memperlambat proses pencarian? Bukankah teknologi dan sumber daya yang mereka miliki cukup untuk melacak satu orang, di tengah dunia yang penuh kamera pengawas dan data digital? Atau, apakah ada kepentingan lain yang membuat KPK bersikap "lunak"?

Menariknya, kasus serupa pernah terjadi dengan Gubernur Kalimantan Selatan yang menjadi tersangka tetapi tidak dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Apakah ini standar baru dalam penegakan hukum? Atau sekadar pengecualian khusus bagi mereka yang berada di lingkar kekuasaan?

Menghilang atau Sengaja Dihilangkan?

Pertanyaan besar lainnya adalah, apakah Harun Masiku benar-benar menghilang, atau sengaja dihilangkan? Spekulasi ini bukan tanpa alasan. Dalam politik, hilangnya seseorang sering kali bukan karena kecelakaan semata, melainkan keputusan yang dirancang dengan hati-hati.

Apakah Harun Masiku tahu terlalu banyak? Apakah kehadirannya akan mengungkap rahasia besar yang dapat mengguncang fondasi politik Indonesia? Atau, mungkinkah dia hanya menjadi pion kecil dalam permainan catur politik yang lebih besar?

Misteri Abad Ini

Hilangnya Harun Masiku bukan sekadar cerita tentang seorang buronan yang gagal ditemukan. Ini adalah refleksi dari sistem hukum yang lemah, lembaga penegak hukum yang kehilangan kepercayaan publik, dan politik yang sering kali menjadi medan kompromi kepentingan.

Jika kita tidak belajar dari kasus ini, jangan kaget jika "Misteri Harun Masiku" akan menjadi inspirasi bagi koruptor lain untuk mengikuti jejaknya. Menghilang bukan lagi sebuah risiko, melainkan strategi baru dalam menghadapi hukum.

Solusi: Membangun Sistem yang Kebal Drama

Agar kasus serupa tidak terulang, Indonesia perlu memperbaiki banyak hal:

1. Penguatan KPK: Kembalikan independensi KPK sebagai lembaga yang benar-benar mampu dan berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

2. Teknologi dan Koordinasi: Maksimalkan teknologi pelacakan dan kerjasama lintas lembaga, termasuk dengan Interpol jika diperlukan.

3. Hukuman Lebih Berat: Berikan hukuman berat tidak hanya untuk koruptor, tetapi juga mereka yang membantu pelarian.

4. Transparansi: Publik perlu dilibatkan dalam pengawasan agar setiap langkah penegakan hukum dapat dipantau secara terbuka.

Kasus Harun Masiku seharusnya menjadi pelajaran penting. Jangan sampai kita menjadi negara yang dikenal bukan karena prestasi, tetapi karena misteri abad ini: Harun Masiku yang menghilang bagai ditelan bumi. 

Sinetron ini sudah terlalu lama tayang, dan publik butuh akhir cerita---entah itu berupa keadilan atau setidaknya, jawaban yang jujur.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun