Retorika Internal yang Melemahkan
Pernyataan Megawati dan Hasto Kristiyanto yang sering menyudutkan Jokowi, baik secara langsung maupun implisit, justru merugikan PDIP. Basis pendukung Jokowi, yang juga besar di PDIP, merasa bahwa kritik ini tidak adil dan malah menggerus dukungan partai.
Minimnya Konsolidasi Internal
Hubungan yang kurang harmonis antara Jokowi dan PDIP di tingkat pusat mungkin berpengaruh pada tingkat daerah. Mesin partai yang seharusnya solid justru terpecah.
Apakah PDIP Salah Strategi?
Tidak dapat disangkal bahwa ada kekeliruan strategi di tubuh PDIP. Dalam Pilkada kali ini, PDIP terlihat lebih mengutamakan kepentingan internal partai dibandingkan membaca aspirasi masyarakat.
Kurangnya Pemilihan Kandidat yang Tepat
Alih-alih memilih kandidat yang populer di masyarakat, PDIP tampaknya lebih memprioritaskan kader yang dekat dengan elit partai.
Melemahkan Dukungan Jokowi secara tidak langsung justru merugikan PDI-P. Sikap kritis Megawati dan Hasto terhadap Jokowi, yang sering dianggap sebagai upaya mempertahankan dominasi partai, justru menjadi bumerang. Publik menangkap kesan bahwa PDIP lebih sibuk bersaing dengan Jokowi daripada bekerja untuk rakyat.
Pelajaran dari Pilkada: Sinergi Lebih Penting daripada Rivalitas
Pilkada kali ini memberikan pelajaran berharga bagi partai politik dan politisi:
1. Bersinergi untuk Kemenangan Bersama
Rivalitas internal hanya akan merugikan partai. PDIP dan Jokowi, yang seharusnya bekerja sama sebagai representasi aspirasi rakyat, justru terlibat dalam persaingan yang tidak produktif.
2. Mengutamakan Kandidat Berkualitas
Pemilih semakin cerdas dan tidak mudah terpengaruh oleh branding partai semata. Pemilihan kandidat harus berdasarkan kapasitas, integritas, dan rekam jejak.
3. Menghormati Kontribusi Individu dalam Politik
Meski mesin partai penting, figur individu tetap memiliki daya tarik besar di mata pemilih. Jokowi adalah contoh bagaimana sosok pemimpin bisa menjadi penentu utama dalam Pilkada, bahkan melampaui kekuatan partai.