Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Masih Adakah Hati Nurani Untuk Pilkada?

26 November 2024   19:11 Diperbarui: 26 November 2024   19:11 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada serentak adalah momen penting bagi demokrasi Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, esensi sejati dari pemilu, yaitu memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak, visi-misi, dan integritas, semakin terkikis. Banyak warga lebih tertarik pada aspek-aspek seperti popularitas calon, asal-usul etnis, atau bahkan jumlah uang yang ditawarkan dalam "serangan fajar." Pertanyaannya: masih adakah hati nurani dalam menentukan pilihan di Pilkada?

Politik Uang: Masalah Sistemik yang Sulit Hilang

Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa biaya politik di Indonesia sangat besar. Sebuah studi oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2020 mencatat bahwa rata-rata biaya kampanye seorang calon kepala daerah mencapai Rp65 miliar hingga Rp100 miliar. 

Sebagian besar dana ini bukan digunakan untuk kampanye substansial, melainkan untuk "suap politik," seperti membayar tim sukses, membeli dukungan partai, dan serangan fajar.

Fenomena ini tidak hanya mencederai demokrasi, tetapi juga menghilangkan kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas. Ketika pemilih menjual suara mereka, mereka kehilangan hak untuk menuntut pemimpin yang melayani dengan tulus.

Korupsi: Hasil dari Pilihan yang Salah

Berdasarkan data KPK, lebih dari 300 kepala daerah telah terjerat kasus korupsi sejak Pilkada langsung diberlakukan pada 2005. Sebagian besar dari mereka terbukti melakukan praktik-praktik ilegal seperti penggelapan anggaran, suap proyek, dan gratifikasi. Kasus terbaru adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) di salah satu daerah yang melibatkan kepala daerah yang baru menjabat setahun.

Korupsi ini bukan hanya soal moralitas, tetapi juga akibat dari sistem yang sudah salah sejak awal. Ketika pemimpin terpilih melalui proses yang kotor, mereka lebih cenderung memprioritaskan pengembalian modal dibandingkan kepentingan masyarakat.

Peran Masyarakat dalam Mengembalikan Esensi Pilkada

Kunci dari perubahan adalah masyarakat itu sendiri. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengembalikan hati nurani dalam Pilkada:

1. Edukasi Politik
Pemilih harus memahami bahwa setiap suara mereka sangat berharga. Media, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil perlu aktif memberikan pendidikan politik agar masyarakat bisa memilih berdasarkan rekam jejak, bukan uang atau popularitas.

2. Penolakan Politik Uang
Masyarakat harus menolak praktik politik uang. Ini membutuhkan keberanian dan komitmen untuk tidak tergiur dengan iming-iming materi yang hanya memberikan manfaat sesaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun