Tanpa kohesi, program-program besar akan menghadapi risiko ketidakpastian dan pelaksanaan yang lambat.
Menurut pengamat politik Aryo Wicaksono, tantangan terbesar Kabinet Merah Putih bukan pada kualitas tiap menteri, tetapi pada kemampuan kabinet untuk bersatu padu.Â
Aryo berpendapat, "Prabowo telah membentuk kabinet yang sangat terarah, tapi apakah para menterinya memiliki keterampilan komunikasi dan kerjasama? Jika tidak, Prabowo tentu tidak akan ragu untuk mengganti mereka."
Ultimatum Awal, Bukti Ketegasan
Ultimatum yang diberikan Prabowo di hadapan kabinetnya adalah bentuk peringatan bahwa kinerja akan diawasi ketat, bukan hanya dari pencapaian individu tetapi juga dari kerja kolektif.Â
Sinyal reshuffle ini menunjukkan bahwa Prabowo tak akan mengulangi pola reshuffle yang dilakukan Jokowi, yang kerap kali dinilai publik sebagai alat kompromi politik.
Beberapa analis bahkan melihat peringatan ini sebagai langkah politik yang cerdas untuk mengukuhkan kepemimpinannya sejak dini.Â
Dengan bersikap tegas, Prabowo ingin memberikan pesan bahwa kabinetnya harus menjadi mesin yang tangguh dan efisien, tanpa toleransi terhadap kepentingan pribadi atau agenda politik yang bisa menghambat.
Namun, pendekatan ini tentu berisiko menciptakan ketidakstabilan politik di internal pemerintahan.
 "Reshuffle bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ini adalah alat evaluasi. Di sisi lain, reshuffle terlalu sering justru merusak stabilitas karena para menteri akan lebih sibuk mempertahankan posisinya daripada bekerja optimal," kata Dr. Nining Purwanti, pengamat politik dari Universitas Indonesia.
Batu Uji Kesungguhan Prabowo