Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Polemik Doktoral Bahlil: Sudah Jujurkah Dunia Akademik Kita?

19 Oktober 2024   11:01 Diperbarui: 19 Oktober 2024   11:06 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: CNN Indonesia 

Polemik ini hendaknya tidak dilihat sebagai serangan terhadap satu individu saja. Justru, ini bisa menjadi momen refleksi yang penting bagi dunia akademik di Indonesia. Apakah sistem pendidikan kita sudah cukup adil, transparan, dan akuntabel? Apakah proses akademik di perguruan tinggi telah menegakkan prinsip-prinsip kejujuran dan integritas dengan baik, atau ada celah yang memungkinkan penyalahgunaan oleh mereka yang memiliki kuasa atau pengaruh?

Dalam dunia akademik yang ideal, setiap mahasiswa, baik itu pejabat tinggi maupun warga biasa, harus diperlakukan sama di mata sistem. Mereka harus menjalani proses pendidikan yang setara, dengan tantangan dan kewajiban yang sama. Apabila ada indikasi bahwa pejabat publik mendapatkan perlakuan istimewa, hal ini tentu akan merusak kepercayaan terhadap institusi pendidikan tinggi.

Selain itu, fenomena "flexing intelektual" atau pamer gelar juga harus diwaspadai. Gelar akademik, terutama di tingkat doktoral, seharusnya mencerminkan dedikasi, penelitian mendalam, dan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan. Jika gelar tersebut hanya menjadi simbol status, maka hal ini akan merendahkan nilai pendidikan itu sendiri.

Apa yang Harus Diperbaiki?

Pertama-tama, perguruan tinggi harus memperketat pengawasan terhadap proses akademik, terutama bagi mereka yang memegang posisi penting di pemerintahan. Peraturan yang jelas dan transparan tentang waktu studi, syarat kelulusan, serta bimbingan disertasi harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Selain itu, evaluasi terhadap kinerja akademik pejabat publik harus dilakukan dengan ketat, dan tidak boleh ada toleransi terhadap pelanggaran integritas akademik.

Kedua, perlu ada penguatan pada mekanisme pengawasan eksternal terhadap proses akademik. Misalnya, lembaga-lembaga independen atau pengawas pendidikan dapat dilibatkan untuk memastikan bahwa proses pendidikan di perguruan tinggi bebas dari intervensi politik atau kepentingan pribadi.

Ketiga, pendidikan tinggi di Indonesia harus tetap berkomitmen untuk menegakkan prinsip-prinsip keadilan, integritas, dan akuntabilitas. Masyarakat juga perlu didorong untuk lebih kritis dalam menilai capaian akademik pejabat publik, bukan hanya dari gelar yang mereka peroleh, tetapi juga dari kualitas kontribusi mereka terhadap bidang ilmu yang mereka gelut.

Lebih dari Sekadar Gelar

Kasus Bahlil hanyalah puncak gunung es dari masalah yang lebih besar dalam dunia akademik Indonesia. Ini adalah momen bagi kita semua untuk merenung dan bertanya: apakah pendidikan kita sudah mencerminkan nilai-nilai kejujuran dan integritas yang kita harapkan? Jika kita ingin dunia akademik kita menjadi pilar yang kuat bagi kemajuan bangsa, maka kita harus memastikan bahwa semua orang, tanpa terkecuali, menjalani proses pendidikan dengan adil dan jujur.

Lebih dari sekadar soal gelar, ini adalah tentang membangun kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan yang adil dan bermartabat.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun