Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Apakah Aplikasi E Comerce TEMU Menghancurkan UMKM?

3 Oktober 2024   11:01 Diperbarui: 3 Oktober 2024   11:06 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa pekan terakhir, platform e-commerce asal China, TEMU, mendapat sorotan tajam dari pemerintah Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menegaskan bahwa aplikasi TEMU tidak akan dibiarkan beroperasi di Indonesia. Alasannya? 

Platform ini dianggap sebagai ancaman serius bagi ekosistem usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM). "Kita tetap larang [TEMU beroperasi di Indonesia]. Hancur UMKM kita kalau dibiarin," ujar Budi Arie di Jakarta, 1 Oktober 2024.Namun, apakah benar bahwa TEMU akan menghancurkan UMKM di Indonesia? Atau justru aplikasi ini bisa menjadi peluang emas bagi UMKM yang memproduksi barang langsung?

Pemahaman Awal tentang TEMU

TEMU adalah platform belanja online yang langsung menghubungkan produsen dengan konsumen tanpa perantara. Model bisnis ini memotong rantai distribusi yang biasanya diisi oleh pengecer atau pedagang grosir. Konsumen bisa mendapatkan barang dengan harga yang jauh lebih murah karena produk yang mereka beli datang langsung dari pabrik atau produsen. Namun, model ini juga mengancam perantara yang selama ini menjadi salah satu pemain penting dalam distribusi produk, termasuk banyak UMKM di Indonesia yang bergerak sebagai pengecer.

Kekhawatiran Pemerintah

Pemerintah, melalui Budi Arie Setiadi dan Menteri UMKM Teten Masduki, menyuarakan kekhawatiran bahwa TEMU bisa "membunuh" UMKM, khususnya yang berperan sebagai perantara antara produsen dan konsumen. UMKM yang bertindak sebagai pedagang grosir atau pengecer jelas akan kehilangan pangsa pasarnya karena konsumen bisa langsung membeli dari produsen dengan harga lebih rendah. Ini adalah ancaman nyata bagi ribuan UMKM yang telah bergantung pada model bisnis tersebut.

Teten Masduki juga menyoroti bahwa platform seperti TEMU dapat menciptakan ketidakadilan bagi UMKM lokal yang belum tentu bisa bersaing dengan produsen asing yang mampu menawarkan harga jauh lebih murah berkat skala ekonomi mereka. Alhasil, UMKM lokal yang menjual produk-produk serupa mungkin akan kesulitan bersaing di pasar yang dikuasai oleh produsen luar negeri.

Sisi Lain: Peluang Bagi Produsen UMKM

Namun, tidak semua UMKM di Indonesia berperan sebagai perantara. Banyak UMKM justru berfungsi sebagai produsen. Bagi mereka, aplikasi seperti TEMU sebenarnya bisa menjadi peluang besar. Selama ini, produsen UMKM sering kali menghadapi kendala dalam memasarkan produk mereka, terutama karena keterbatasan akses ke pasar dan tingginya biaya pemasaran. TEMU menawarkan jalan pintas: UMKM produsen bisa langsung menjual produknya kepada konsumen tanpa perlu bergantung pada perantara atau jaringan distribusi yang rumit dan mahal.

Dengan biaya pemasaran yang lebih rendah dan akses langsung ke konsumen, UMKM produsen bisa meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan. Misalnya, seorang pengrajin lokal yang memproduksi sepatu kulit di Bandung bisa menjual produknya langsung ke konsumen di seluruh dunia tanpa harus melalui distributor atau pengecer yang mengambil sebagian besar margin keuntungan.

Keuntungan bagi Konsumen

Selain itu, dari sisi konsumen, TEMU menawarkan keuntungan yang jelas: harga yang jauh lebih murah. Dalam ekonomi yang semakin menekan daya beli masyarakat, penawaran produk dengan harga lebih terjangkau bisa menjadi daya tarik utama. Konsumen bisa mendapatkan barang berkualitas tanpa harus membayar biaya tambahan untuk perantara.

Namun, di sinilah letak dilema: apakah demi kesejahteraan konsumen, UMKM yang berperan sebagai perantara harus dikorbankan? Apakah adil jika produsen besar luar negeri mengambil alih pasar lokal, bahkan jika konsumen diuntungkan?

Peran Pemerintah dalam Mengatur Ekosistem Digital

Tentu saja, ada risiko bahwa TEMU bisa dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan besar yang mampu menawarkan produk dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan UMKM lokal. Jika hal ini terjadi, maka UMKM, baik sebagai produsen maupun perantara, akan kalah bersaing. Di sinilah peran pemerintah sangat penting.

Pemerintah seharusnya tidak terburu-buru melarang aplikasi seperti TEMU tanpa terlebih dahulu melakukan penelitian yang mendalam. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk memastikan bahwa aplikasi ini tetap bisa beroperasi tanpa merugikan UMKM, terutama yang berada di sektor perantara:

Pembatasan Penggunaan untuk Perusahaan Besar
Pemerintah bisa memberlakukan aturan yang membatasi penggunaan aplikasi TEMU oleh perusahaan-perusahaan besar. Dengan demikian, UMKM produsen lokal tetap bisa mendapatkan manfaat dari platform ini, sementara perusahaan besar tidak mendominasi pasar.

Insentif untuk UMKM Produsen
Pemerintah bisa memberikan insentif atau dukungan kepada UMKM produsen untuk memanfaatkan platform seperti TEMU. Misalnya, pelatihan digitalisasi, subsidi untuk biaya pemasaran, dan akses ke jaringan distribusi yang lebih luas.

Pemantauan Ketat
Pemerintah perlu melakukan pemantauan ketat terhadap aktivitas perdagangan di platform TEMU, memastikan bahwa UMKM lokal mendapatkan prioritas dan perusahaan besar tidak mendominasi.

Penguatan Ekosistem UMKM Digital
Lebih dari sekadar melarang platform, pemerintah sebaiknya fokus pada penguatan ekosistem digital UMKM di Indonesia. Hal ini bisa dilakukan dengan menciptakan platform e-commerce lokal yang mendukung UMKM, memberikan pelatihan teknologi digital, dan membuka akses pendanaan untuk pengembangan usaha.

Manfaat atau Ancaman?

Apakah aplikasi TEMU benar-benar merugikan UMKM? Jawabannya tidak sesederhana itu. Bagi UMKM yang berperan sebagai perantara, platform ini jelas menjadi ancaman. Namun, bagi UMKM produsen, TEMU bisa menjadi peluang besar untuk memperluas pasar dan meningkatkan pendapatan. Sementara konsumen juga akan sangat diuntungkan dengan harga yang lebih terjangkau.

Kuncinya terletak pada bagaimana pemerintah mengatur dan memanfaatkan keberadaan aplikasi ini. Dengan regulasi yang tepat, TEMU bisa menjadi alat yang memberdayakan UMKM produsen tanpa harus menghancurkan UMKM perantara. Pemerintah harus bertindak bijak, memastikan keseimbangan antara kepentingan UMKM dan kebutuhan konsumen.

Daripada terburu-buru melarang, perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai dampak dan potensi aplikasi seperti TEMU bagi perekonomian Indonesia. Yang jelas, dalam era digital seperti sekarang, pemerintah perlu beradaptasi dan menciptakan regulasi yang mendukung inovasi tanpa mengorbankan keberlanjutan UMKM lokal.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun