Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Usul: Nepotisme Jadi Branding Jokowi

18 September 2024   16:17 Diperbarui: 19 September 2024   12:14 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sedikit yang tiba-tiba lupa pada apa yang telah dilakukan Jokowi selama dua periode ini. Seolah-olah, isu nepotisme ini langsung menyapu bersih semua prestasi. Ya, segala jalan tol yang dibangun, reformasi birokrasi, dan berbagai program infrastruktur seakan tak ada artinya lagi. "Ah, itu kan sudah kewajiban presiden," kata mereka sambil mempersiapkan teori konspirasi berikutnya.

Bagi mereka, nepotisme adalah dosa yang tak termaafkan. Namun, sebaliknya, ketika yang melakukannya adalah pemimpin politik favorit mereka, nepotisme itu mendadak bisa dimaklumi. Aneh bukan? Setiap kali keluarga Jokowi sukses dalam politik, langsung dicap sebagai nepotisme, tapi kalau keluarga politisi lain yang berkuasa, tiba-tiba itu disebut "kebetulan" atau "kebanggaan keluarga."

Lucunya, yang menuduh Jokowi ini sering kali punya sejarah panjang dalam memanfaatkan nama besar keluarga mereka sendiri. Jadi, kalau kita mau jujur, mungkin sebenarnya mereka cuma cemburu. Mereka tidak mau ketinggalan momen untuk berteriak "nepotisme!" hanya karena mereka tidak punya kesempatan yang sama.

Politisi dan Nepotisme: Standar Ganda?

Sebenarnya, jika kita mau membandingkan, sejarah politik di Indonesia penuh dengan keluarga-keluarga yang saling mendukung. Ada yang bilang, "Politik itu soal warisan," dan itu benar adanya. Lihat saja keluarga-keluarga besar di dunia politik, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Nepotisme, kalau memang itu namanya, sudah ada sejak dulu, tapi entah mengapa, baru kali ini kata itu dijadikan senjata utama.

Namun, mari kita ingatkan satu hal: demokrasi tetap jalan. Setiap kandidat, termasuk anak dan menantu Jokowi, tetap harus melalui pemilu. Tidak ada jalur khusus yang disediakan presiden untuk keluarganya. Jadi, apakah benar Jokowi merancang ini semua? Atau, apakah ini hanya kebetulan sejarah keluarga yang tertarik untuk berpolitik?

Akhir Kata: Mari Kita Tetap Jernih

Jadi, apakah nepotisme Jokowi memang sebesar yang dibilang? Ataukah ini semua hanyalah narasi yang dibumbui oleh mereka yang punya agenda sendiri? Sebelum kita terburu-buru menuduh, mungkin kita harus bercermin dulu. Jangan-jangan, kita hanya terperangkap dalam teori konspirasi dan kebencian politik yang tidak masuk akal.

Jika benar nepotisme adalah branding baru Jokowi, maka mungkin kita sedang menyaksikan babak baru dalam sejarah branding politik Indonesia. Tapi, jika ini hanya kebetulan belaka, mungkin kita sebaiknya berhenti menuding tanpa bukti. Toh, nepotisme atau tidak, pada akhirnya demokrasi yang menentukan, bukan?

Dan jangan lupa, di balik segala tuduhan ini, ada banyak hal yang sudah dilakukan Jokowi yang tetap patut diingat. Jangan sampai satu isu membuat kita lupa pada seluruh kebaikan yang telah dibawa. Sebab, seperti kata pepatah, kebaikan tidak selamanya dihargai, kecuali setelah hilang.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun