Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memelihara Hewan Langka, Bagaimana Hukumnya?

14 September 2024   16:06 Diperbarui: 14 September 2024   16:06 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: katadata.com

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius dalam menjaga keanekaragaman hayatinya. Namun, sering kali persoalan perlindungan satwa langka dan liar tertutupi oleh isu-isu sosial dan politik lainnya. Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan kasus seorang warga yang dihukum karena memelihara landak Jawa, sebuah hewan yang dilindungi. 

Kasus ini memicu perdebatan, terutama ketika hukuman yang diberikan dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku korupsi, yang dianggap jauh lebih ringan.

Gilang Dhielafararez, Anggota Komisi III DPR RI, menanggapi fenomena ini dengan menekankan pentingnya mempertimbangkan sanksi pidana sebagai opsi terakhir bagi masyarakat yang ketahuan memelihara hewan langka, terutama jika dilakukan tanpa kesengajaan atau karena ketidaktahuan. 

Menurut Gilang, hukuman yang keras terhadap warga yang tidak tahu bahwa mereka melanggar hukum "sangat mengoyak rasa keadilan masyarakat." Pernyataan ini mendorong diskusi lebih lanjut tentang bagaimana hukum Indonesia mengatur pemeliharaan dan perdagangan hewan langka, serta apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki penegakan hukum terkait isu ini.

Hukum Pemeliharaan dan Perdagangan Satwa Langka di Indonesia

Di Indonesia, undang-undang yang mengatur tentang satwa liar yang dilindungi adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Berdasarkan UU ini, masyarakat dilarang untuk menangkap, memelihara, memperdagangkan, atau memanfaatkan satwa liar yang dilindungi tanpa izin yang sah dari pemerintah. Pasal 21 UU tersebut dengan tegas melarang kegiatan-kegiatan seperti:

1. Menangkap, melukai, membunuh, atau memperdagangkan satwa yang dilindungi.

2. Mengambil, merusak, atau memperdagangkan bagian-bagian tubuh dari satwa yang dilindungi.

3. Memelihara satwa yang dilindungi tanpa izin.

Pelaku yang melanggar ketentuan ini dapat dijatuhi hukuman pidana hingga lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta.

Namun, kasus-kasus seperti pemeliharaan landak Jawa menunjukkan bahwa sering kali masyarakat tidak menyadari bahwa hewan yang mereka pelihara tergolong langka dan dilindungi. Di sinilah pernyataan Gilang menjadi relevan, di mana sanksi pidana seharusnya tidak selalu menjadi solusi pertama, melainkan edukasi dan pendekatan restoratif bisa dipertimbangkan.

Tantangan Besar dalam Perlindungan Satwa Langka

Kasus ini hanyalah satu contoh dari masalah yang lebih besar: perdagangan dan perburuan satwa liar. Indonesia terus berjuang melawan sindikat perdagangan satwa liar yang sering kali melibatkan mafia internasional. Misalnya, baru-baru ini terjadi perburuan Badak Jawa, salah satu spesies paling terancam di dunia, yang dibunuh di Taman Nasional Ujung Kulon. Hanya tersisa 74 ekor Badak Jawa di dunia, seluruhnya hidup di Ujung Kulon. Harga cula badak di pasar gelap bisa mencapai USD 60.000 per kilogram, yang menjadikan hewan ini target utama para pemburu.

Selain badak, ada banyak kasus lain yang melibatkan satwa-satwa ikonik Indonesia:

Orangutan: Jumlah populasi orangutan terus menurun akibat perburuan dan penggundulan hutan. Orangutan sering kali diburu untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan eksotis.

Gajah Sumatra: Gajah Sumatra sering diburu untuk diambil gadingnya, yang dijual di pasar gelap dengan harga tinggi. Perdagangan gading ilegal terus menjadi masalah serius di Asia Tenggara.

Harimau Sumatra: Kulit harimau juga menjadi komoditas mahal di pasar gelap, yang mendorong perburuan liar yang berkontribusi pada menurunnya populasi spesies ini.

Perdagangan Gelap Satwa Liar: Tantangan Global

Perdagangan satwa liar adalah masalah besar tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia. Diperkirakan perdagangan ilegal satwa liar bernilai USD 19 miliar per tahun, menjadikannya salah satu bentuk kejahatan terorganisir terbesar di dunia, setelah perdagangan narkoba, manusia, dan senjata. Mafia internasional memainkan peran penting dalam jaringan ini, dengan melibatkan banyak aktor mulai dari pemburu lokal hingga pedagang besar di luar negeri.

Tantangan dalam memberantas kejahatan ini sangat kompleks. Beberapa faktor penghambat utama termasuk:

Keterlibatan oknum penegak hukum: Korupsi di kalangan penegak hukum sering kali menghambat upaya penindakan terhadap perdagangan satwa liar. Ada laporan yang menunjukkan bahwa beberapa oknum aparat bahkan terlibat langsung dalam perdagangan ini.

Prestise di kalangan elite: Kepemilikan satwa langka sering dianggap sebagai simbol status di kalangan orang kaya dan berpengaruh. Oknum politikus atau pengusaha berkuasa terkadang memelihara satwa-satwa eksotis sebagai lambang prestise, sehingga kasus mereka sering kali tidak tersentuh oleh hukum.

Penegakan hukum yang lemah: Kasus-kasus terkait satwa liar sering kali dianggap sepele oleh aparat penegak hukum, karena "hanya menyangkut binatang." Hal ini membuat banyak kasus dibiarkan atau hukuman yang dijatuhkan sangat ringan.

Meningkatkan Kesadaran dan Penegakan Hukum

Untuk mengatasi masalah ini, penegakan hukum yang lebih tegas diperlukan, tetapi itu saja tidak cukup. Edukasi kepada masyarakat sangat penting untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya melindungi satwa langka dan bahaya perdagangan satwa liar. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

Edukasi dan penyuluhan: Pemerintah dan organisasi lingkungan harus aktif melakukan kampanye edukasi tentang hewan langka dan hukum yang mengaturnya, khususnya di daerah-daerah yang rawan perburuan dan perdagangan.

Kolaborasi internasional: Mengingat bahwa perdagangan satwa liar sering kali melibatkan jaringan internasional, kerjasama lintas negara sangat penting untuk menghentikan mafia perdagangan satwa.

Penguatan penegakan hukum: Penegakan hukum harus tegas dan adil, tanpa pandang bulu, baik terhadap masyarakat kecil maupun pengusaha besar yang melanggar hukum terkait satwa liar.

Keberimbangan Keadilan: Pemeliharaan Satwa Liar vs Korupsi

Kembali pada kasus landak Jawa dan perbandingannya dengan hukuman bagi koruptor, kedua kasus ini sebenarnya tidak bisa disamakan secara langsung. Namun, isu keadilan tetap relevan dalam kedua konteks. Korupsi jelas merupakan kejahatan besar yang merugikan negara dan masyarakat luas, sehingga koruptor harus dihukum seberat-beratnya. Di sisi lain, hukuman bagi mereka yang memelihara satwa liar juga harus adil, terutama jika dilakukan tanpa niat jahat atau ketidaktahuan.

Pada akhirnya, baik dalam kasus pemeliharaan satwa langka maupun korupsi, prinsip keadilan harus tetap dijunjung tinggi. Tidak boleh ada perbedaan perlakuan hukum berdasarkan status sosial atau kekayaan. Semua warga negara, baik pejabat, pengusaha, maupun masyarakat biasa, harus diperlakukan setara di hadapan hukum.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun