Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Ujaran Kebencian, Mengapa Tetap Berseliweran?

6 September 2024   21:40 Diperbarui: 15 September 2024   16:16 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ia menjadi sarana komunikasi yang memudahkan orang-orang dari berbagai belahan dunia untuk saling berinteraksi, berbagi informasi, dan berkolaborasi tanpa batasan fisik. 

Namun, di balik segala manfaatnya, media sosial juga membawa dampak negatif yang mengkhawatirkan: ujaran kebencian. 

Fenomena ini kian merajalela, dan meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk meredamnya, kebebasan berbicara yang tak terkendali di media sosial sering kali justru memperparah masalah.

Apa yang Memicu Ujaran Kebencian di Media Sosial?

Salah satu alasan utama mengapa ujaran kebencian begitu mudah disebarkan di media sosial adalah sifatnya yang anonim. 

Banyak platform memungkinkan penggunanya untuk berkomentar, membagikan pendapat, atau bahkan menyerang orang lain tanpa harus mengungkapkan identitas asli mereka. 

Hal ini menciptakan lingkungan di mana pengguna merasa aman untuk mengatakan hal-hal yang mungkin tidak berani mereka katakan dalam kehidupan nyata.

Kemudahan dalam berbagi pendapat ini sering kali tidak diimbangi dengan tanggung jawab. Media sosial, yang seharusnya menjadi tempat diskusi yang sehat, justru sering berubah menjadi medan perang opini. 

Algoritma platform media sosial memperburuk situasi ini dengan menyajikan konten yang sesuai dengan preferensi pengguna. Akibatnya, pengguna hanya terpapar pada sudut pandang yang memperkuat keyakinan mereka sendiri, mempersempit perspektif, dan memicu polarisasi. 

Ketika seseorang hanya mendengar dan membaca informasi yang mendukung sudut pandangnya, mereka menjadi lebih keras kepala dan tidak toleran terhadap perbedaan pendapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun