Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Buah Simalakama Larangan Ekspor Sawit

28 April 2022   19:21 Diperbarui: 28 April 2022   21:00 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesabaran Jokowi nampaknya sudah sampai ubun - ubun dalam menghadapi kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng. 

Setelah bergonta ganti kebijakan, namun tidak menampakkan hasil, akhirnya Jokowi memutuskan untuk menghentikan sementara ekspor minyak goreng dan bahan bakunya CPO kelapa sawit.

Pengumuman nya kali pertama atas larangan ekspor bahan baku bahkan juga sempat diplintir oleh Menko Perekonomian bahwa CPO tidak dilarang, sehingga Jokowi harus mengumumkan ke dua kalinya dan menegaskan bahwa larangan ekspor mencakup semua produk turunan kelapa sawit, termasuk CPO.

Melihat ini semua, jelas sekali persoalan yang dihadapi atas kelangkaan minyak goreng ini memang mafia yang sangat kuat. Mereka bermain di semua lini.

Namun keputusan ini juga bukannya tidak menimbulkan persoalan. Memang sebagian besar produk kelapa sawit berasal dari perusahaan besar, namun banyak juga petani rakyat yang terlibat.

Untuk saat ini ada sekitar 2, 7 juta keluarga yang mengelola sekitar 5,8 juta hektar perkebunan kelapa sawit. Jumlah ini meliputi 40 % dari luasan sawit Indonesia.

Keputusan presiden untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng yang dalam hal ini adalah larangan ekspor semua turunan produk kelapa sawit, juga berimbas pada para petani  di luar perusahaan besar tersebut.

Tujuan Jokowi untuk menekan perusahaan besar agar memenuhi kebutuhan dalam negeri, menyebabkan para petani kecil juga berteriak. 

Mungkin perusahaan besar masih bisa bertahan walau dilanda kerugian, tapi para petani ini jelas lebih rentan saat merasakan jatuhnya harga buah segar sawit akibat kebijakan ini.

Dalam seminggu ini saja harga buah segar yang sebelumnya mencapai 3000 rupiah per kilogram, saat ini anjlok sampai 700 rupiah per kilogram. Sehingga saat ini banyak petani membiarkan buah sawit busuk di pohon, karena biaya panenannya lebih besar dari harga jual.

Ini memang sebuah dilema atau buah simalakama bagi Jokowi. Sudah pasti para perusahaan besar akan "berlindung" dan memanfaatkan teriakan para petani sawit ini. Mereka tinggal menunggu sampai sejauh mana pemerintah mampu bertahan dari tuntutan petani sawit. 

Untuk itu nampaknya harus ada subsidi khusus yang diberikan kepada petani sawit agar mereka bisa bertahan. Atau dicari bentuk bantuan lainnya dari pemerintah. Jika tidak, hampir pasti akan ada lagi persoalan lain akibat para petani sawit ini semakin kencang berteriak.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun