Baru - baru ini kita dihebohkan dengan pernyataan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Ketua Umum PKB dan Luhut Binsar Panjaitan, Menko marinves mengenai Big Data.
Mereka berdua mengklaim bahwa berdasarkan Big Data yang dimiliki, mayoritas masyarakat Indonesia menginginkan penundaan Pemilu, yang berarti Jokowi diberikan kepercayaan untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai Presiden.
Menurut keduanya hasil analisis Big Data tersebut lebih dapat dipercaya daripada survey biasa, karena responden survey hanya ribuan, sedangkan big data bersumber dari 110 juta suara rakyat.
Sebelum menganalisa pendapat kedua tokoh ini, mungkin ada baiknya kita mengetahui dahulu apa yang dimaksud dengan big data itu?
Big Data adalah konsep pengelompokan atau pengumpulan data dalam skala besar, yang terdiri dari berbagai macam jenis data, meliputi data terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur.Â
Hal ini berarti big data tersebut masih merupakan data mentah yang masih perlu dianalisis. Jika tidak, maka big data tersebut tidaklah berguna.
Adapun big data tersebut bisa dari berbagai sumber, entah itu dari media masa, media sosial ataupun sumber data lainnya. Biasanya dari data mentah tersebut lalu dikelompokkan berdasarkan kategori lebih spesifik yang kemudian dianalisa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Untuk perusahaan misalnya, big data ini diolah untuk melihat minat dan kecenderungan masyarakat sebagai target pasar mereka, supaya produk atau jasa yang mereka tawarkan sesuai dengan keinginan target pasar tersebut.
Kembali pada klaim big data Cak Imin dan Luhut Binsar Panjaitan.
Kemungkinan memang ada big data yang berasal dari berbagai sumber mengenai diskusi, pendapat dan komentar terhadap pemerintahan Jokowi. Untuk mengumpulkan big data itu, walau sulit, masih bisa dilakukan. Namun tentu saja big data, sebagai data mentah itu harus dianalisis. Â
Proses analisis ini sangat penting untuk sampai pada kesimpulan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menginginkan Jokowi menunda Pemilu supaya periode keduanya ini diperpanjang.
Jadi sehubungan dengan klaim ini, publik sangat ingin tahu, bukan hanya di mana big data itu disimpan, tapi juga siapa yang telah mengumpulkan dan metode analisis nya sehingga mereka bisa sampai pada kesimpulan di atas.
Mengecewakan bahwa baik Cak Imin maupun Luhut tidak bersedia memberitahukan hal itu kepada masyarakat.
Saat berdialog dengan mahasiswa UI, Luhut mengatakan bahwa hak dirinya untuk tidak menyampaikan informasi mengenai big data itu.Â
Menurut penulis sikap ini tidak tepat, karena sebagai publik figur tentu penolakan ini lalu dilihat sebagai tidak adanya transparansi dan bahkan sampai pada dugaan pembohongan publik.
Walaupun sikap Jokowi sudah tegas menolak wacana penambahan periode dan penundaan Pemilu, namun klaim seperti yang disampaikan Cak Imin dan Luhut secara tak langsung menimbulkan beban dan keributan yang tidak perlu bagi pemerintahan Jokowi. Terlebih karena Luhut Binsar Panjaitan dipandang selama ini sebagai orang kepercayaan dan tangan kanan Jokowi.
Jadi, pak Luhut dan Cak Imin, kami masih menunggu pembuktian klaim big data itu.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H