Perubahan ini juga sebenarnya tidak perlu ada, karena selama ini kerjasama KPK dengan para penegak hukum lain sudah ada dan terlaksana. Bahkan dalam kasus korupsi, KPK sudah berperan sebagai pengawas untuk aparat penegak hukum lainnya.
Nampaknya peran pengawasan inilah yang ingin dilemahkan dengan adanya revisi di poin ini. Kata "koordinasi" patut diduga akan berarti "kerjasama" atau bahkan "kongkalikong".
Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.
Poin ini juga jelas mau membuka celah atas tindakan KPK yang selama ini sudah baik. Ini kembali memperpanjang rantai tindakan KPK karena prosesnya harus lagi disetujui oleh dewan pengawas. Efek kejut dari tindakan KPK menjadi hilang.
Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.
Poin terakhir ini adalah gada yang cukup besar dalam memberangus KPK.Â
Argumen mereka yang menyetujui hal ini adalah karena KPK menggunakan APBN maka wajar para stafnya berstatus PNS.Â
Padahal dengan status ini, kekuatan internal KPK yang selama ini bisa menjadi benteng dan obat imun terhadap pengaruh luar yang ingin menghancurkan integritas dan sistem pertahanan KPK menjadi hilang.
Dengan menjadi PNS maka seluruh prosedur kepegawaian KPK harus menggunakan sistem PNS. Padahal sudah diketahui secara umum bahwa sistem PNS saat inimasih terkenal sebagai sistem birokrasi yang belum efektif.
KPK sendiri sebenarnya sudah punya sistem sendiri yang lebih baik, Â yang menjadikan siapapun yang bekerja di KPK sudah diseleksi dan diperkuat dalam menjaga profesionalitas, integritas dan efektivitas kinerja KPK.
Hal yang paling krusial adalah, jika semua pegawai KPK berstatus PNS maka termasuk juga para penyidik KPK akan menjadi PPNS. Hal ini berarti menghilangkan independensi para penyidik KPK karena semua PPNS berada di bawah kendali pengawasan, atau Korwas Kepolisian.