Awalnya tidak ada yang yang menyadari bahwa 4 catatan Jokowi dalam persetujuan revisi UU KPK ada 2 catatan yang sebenarnya tidak ada dalam isi draft revisi KPK.Â
Baru setelah rekan - rekan ICW menelaah catatan itu, diketahui bahwa hanya dua catatan yang ada di revisi, dua catatan lain tidak menjadi bagian dari revisi tersebut. (Kompas.com)
Pertama, Jokowi mengaku tidak setuju jika KPK harus mendapat izin penyadapan dari pihak eksternal.
Namun dalam draf Revisi UU KPK yang diusulkan DPR memang tak ada ketentuan bahwa KPK harus mendapat izin pengadilan sebelum menyadap terduga koruptor, tapi oleh Badan Pengawas.
Selanjutnya, Jokowi juga mengaku tidak setuju penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja
Namun, lagi-lagi dalam pasal 45 draf RUU, memang sudah diatur bahwa penyidik KPK tak hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan, tetapi juga penyidik pegawai negeri sipil.
Tentu kekeliruan seperti ini bukanlah masalah kecil. Apalagi dalam masalah sekrusial ini. Dari kenyataan ini ada beberapa pertanyaan penting yang muncul.Â
Pertama, mengapa kesalahan mengutip isi revisi UU KPK ini bisa terjadi?
Siapa yang harus bertanggung jawab atas kesalahan fatal ini?
Apakah memang ada kesengajaan memberikan catatan keliru ini pada publik?
Apa sikap yang diambil Jokowi atas kesalahan fatal yang beresiko atas reputasi Jokowi ini?
Tentang alasan sampai terjadi kesalahan kutip tentu bisa diduga beberapa hal.Â
Pertama, Jokowi nampaknya tidak membaca secara langsung revisi UU Â KPK ini sehingga poin - poinnya tidak dia ketahui.
Hal lain, kalaupun Jokowi membaca dokumen revisi itu, berarti ada dokumen berbeda dari yang sudah diketahui oleh publik.Â
Untuk melihat siapa yang harus bertanggung jawab, tentu Jokowi tidak bisa lari dari tanggung jawab, karena dirinya lah yang membacakan catatan itu sebagai kepala negara.Â
Ada ketidak telitian yang sangat beresiko dalam hal ini. Sebenarnya banyak kalangan yang mempertanyakan begitu cepatnya Jokowi menjawab dan menyetujui proses revisi itu. Ini adalah resiko nyata dari ketergesaan tersebut.
Selain Jokowi, pihak yang pasti harus bertanggung jawab adalah para pembantu Presiden, Â pihak - pihak yang menjadi bagian dalam proses review revisi UU KPK tersebut. Terlihat bahwa mereka telah memberikan informasi yang keliru kepada Presiden.
Jika dugaan bahwa dokumen yang yang berbeda dari revisi UU KPK yang telah diberikan ke Jokowi terbukti maka hal ini sangatlah berbahaya. Karena kalau itu fakta, maka jelas ada pihak di kalangan internal Jokowi yang dengan sengaja menjebak Presiden agar mengeluarkan pernyataan dan kebijakan yang salah.
Tentu kenyataan ini harus secepatnya direspon dan ditanggapi oleh Jokowi, kalau tidak, maka akan menjadi senjata ampuh para lawan politik Jokowi untuk menyerangnya.Â
Salah satu tanggapan yang seharusnya diambil Jokowi, kalau benar bahwa dia mendapatkan info yang keliru dari dokumen revisi UU KPK ini, maka mereka yang bertanggung jawab haruslah di berikan sanksi keras bahkan sampai pemecatan. Karena orang seperti itu tentu sangat berbahaya jika ada dalam lingkaran kekuasaan istana.
Dalam hal ini, bisa juga dilihat, di satu sisi hal ini nampaknya seperti petaka, namun bisa juga bencana ini menjadi rachmat tersembunyi.Â
Menjadi petaka kalau hal ini tidak ditangani dengan benar, namun menjadi rahmat kalau Jokowi dengan alasan kekeliruan tersebut kemudian mencabut dukungannya terhadap revisi UU KPK ini di DPR.Â
Ini bagai pintu keluar atau belokan ganti arah yang disiapkan untuk Jokowi untuk mengubah kebijakannya yang dianggap banyak orang keliru dalam revisi UU KPK ini.Â
Kita tunggu reaksi dan tindakan Jokowi. Moga langkah  atau koreksi tepatlah yang Presiden buat.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H