Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pabrik Kata-Kata dan Contra Flow ala Anies Baswedan

9 Juni 2019   08:52 Diperbarui: 9 Juni 2019   12:15 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tempo.co.id

Sudah hampir dua tahun Anies memerintah Jakarta. Banyak warga yang masih menunggu apa yang dilakukannya untuk Jakarta. 

Dengan 70 orang ahli yang menjadi penasehat Gubernur tentu harapan itu seharusnya terpenuhi. 

Namun rupanya sebagian orang merasa kecewa sampai - sampai ada petisi yang meminta Anies untuk mundur. Saat ini sudah lebih dari seratus ribu yang menandatangani petisi tersebut.

Mengapa mereka kecewa?

Secara kasat mata kita memang bisa melihat situasi Jakarta saat ini di bawah pemerintahan Anies: sungai - sungai kembali kotor, trotoar dan jembatan penyeberangan diokupasi pedagang kaki lima, taman - taman tidak terawat dan banjir kembali melanda Jakarta dengan kondisi yang lebih parah.

Secara pelayanan publik dan transparansi: tidak bisa lagi kita menyaksikan rapat penting DKI yang di upload di YouTube, balai kota kembali sunyi karena pengaduan langsung masyarakat sudah ditutup, layanan umum kembali as usual tanpa terobosan.

Lalu apa yang telah dilakukan Anies?

Kalau dikategorikan ada dua hal yang dilakukan oleh Anies Baswedan: pabrik kata - kata dan Contra flow.

Ya dengan lihai Anies menciptakan istilah - istilah baru: rumah berlapis vs rumah susun ,  naturalisasi sungai vs normalisasi sungai , drainase vertikal vs lubang biopori, pelayanan jasa kependudukan vs operasi yustisi.

Dengan kata dan istilah baru itu ada dua hal yang nampaknya ingin dicapai Anies. 

Pertama ingin membranding dirinya sebagai penemu hal - hal baru sekaligus menghilangkan jejak pendahulunya Ahok. 

Tujuan ini terlihat karena tidak satupun program unggulan Ahok yang dia teruskan. 

Dalam rangka inilah kemudian Anies melakukan kebijakan Contra flow atau melawan arus atau hal - hal yang tidak biasa serta asal tampil beda.

Kebijakan - kebijakan itu seperti: menutup jalan untuk pedagang kaki lima, mengundang becak ke Jakarta, menutup sungai dengan jaring untuk menghilangkan bau, membongkar jembatan penyeberangan di jalan yang ramai, tidak lagi melakukan operasi yustisi walau Jakarta akan dipenuhi para pengangguran, membolehkan lagi pawai keliling takbiran walau rawan kecelakaan.

Untuk para pendukungnya Anies masih jadi idola, karena mereka anggap bahwa Anies juga mempunyai segudang prestasi seperti: menutup Alexis,  mencabut ijin pulau buatan, menerima beberapa piagam penghargaan dan WTP.

Ya keberhasilan di atas kertas dan piagam tapi tidak nampak dalam realitanya. Namun uang Pemda tetap terkuras entah untuk apa.

Melihat semua ini, tentu kita bertanya - tanya sebenarnya apa yang menjadi visi dan rencana Anies untuk Jakarta? 

Satu hal yang jelas, Jakarta sebagai Ibu Kota  Negara Indonesia  yang seharusnya menjadi kota moderen nampaknya akan semakin jauh dari harapan.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun