Selain penyebab psikologis, alasan seseorang untuk bersikap ekstrem juga bisa timbul karena sifat individu, budaya, latar belakang keluarga dan ideologi yang dianutnya.Â
Kembali ke kasus RA. Menurut orang yang mengenal dirinya. Tidak ada hal yang terlalu istimewa terhadap pribadinya. Memang ada kecenderungan RA bersikap pendiam dan tertutup.
Kalau dilihat, RA adalah "orang biasa" atau boleh dikatakan "bukan siapa-siapa". Bisa saja situasi inilah yang mendorong dirinya untuk menunjukkan bahwa dia ada dan bisa melakukan hal yang "luar biasa".Â
Dia tidak mau dikenal hanya sebagai seorang penjual gorengan. Memang realita nya dengan kejadian ini dirinya menjadi dikenal luas.Â
Kemungkinan inferioritas kompleks ini lah yang ditambah dengan keyakinan yang dia anut mendorongnya untuk melakukan hal nekad menjadikan dirinya sebagai bom hidup.
Tentu semua ini adalah dugaan dan analisa saja. Namun berdasarkan alasan dan analisa ini kita bisa melihat bahwa RA - RA lain bisa muncul dari mana saja dan dari kalangan siapa saja.Â
Apakah ada cara untuk mencegahnya?
Prasangka berawal dari rumah. Untuk itu, perlu adanya edukasi dari orangtua, guru, dan masyarakat untuk mengajarkan arti keberagaman dan toleransi antarmanusia.
Kenyataannya tak ada gen tertentu yang membuat manusia cenderung untuk membenci atau fanatik terhadap sesuatu. Itu adalah sikap dan perilaku yang dipelajari. Itu sebabnya, kita perlu banyak belajar arti mencintai sesama dan bertoleransi antarumat manusia.
Hanya dengan cara inilah kita bisa mencegah adanya tindakan fanatik dan radikal di masa depan, sehingga tidak muncul lagi RA lain yang berubah dari penjual gorengan menjadi pembuat bom lainnya. ***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H