Dalam analisis nya Profesor dari Melbourne ini menyoroti bahwa Jokowi dengan posisi nya sebagai presiden dari kalangan sipil sangat berbeda dengan posisi Presiden - presiden sebelumnya.Â
Dalam hal ini, Jokowi dilihat punya banyak kelemahan, yakni: bukan dari kalangan militer dan tidak punya akar kuat di politik serta tidak punya trah dari politikus besar di Indonesia.Â
Latar belakang "rakyat jelata" Jokowi ini dilihat pengamat ini membuat pilihan yang dipunyai oleh Jokowi sangatlah sedikit. Padahal Jokowi harus berhadapan dengan lawan - lawan politiknya yang punya posisi tawar secara politis dan militer yang lebih kuat.
Apalagi saat ini, Jokowi mendapatkan tekanan dari kelompok Islam garis keras yang dijadikan alat politik oleh kubu politik tertentu.Â
Dalam artikel ini diberikan contoh bagaimana kasus "Ahok" menjadi serangan tak langsung pada pemerintah Jokowi oleh kelompok Islam garis keras ini.
Situasi inilah yang dikhawatirkan akan membuat Pemerintah Jokowi sulit menguasai panggung politik Indonesia.Â
Juga kekhawatiran dengan merangkul para mantan petinggi militer di jaman Orde baru ke dalam pemerintahannya, maka Jokowi bisa terjebak oleh kebijakan yang mewarnai masa Orde baru dalam berhadapan dengan masyarakat sipil.
Justru menurut artikel ini karena dalam Pilpres kali ini, Jokowi akan berhadapan dengan Prabowo yang punya kaitan erat dengan keluarga Orde Baru maka masyarakat sipil tidak punya pilihan selain mendukung Jokowi walau mereka merasa "dikhianati".Â
Kembali kepada kutipan yang diambil oleh tim hukum Prabowo untuk memperkuat argumentasi mereka bahwa Pilpres kali ini curang, sebenarnya sangat tidak cocok.
Bahkan bisa dikatakan, dengan mengambil sepotong kutipan tersebut, mereka telah dengan sengaja membelokkan arti sebenarnya dari keseluruhan konteks artikel.
Dalam artikel tersebut justru ditunjukan bahwa walau ada kelemahan di pemerintahan Jokowi, tapi masyarakat sipil mau tak mau memilihnya karena kalau mendukung Prabowo akan lebih buruk lagi akibatnya.