Hal lain yang juga tidak bisa diabaikan adalah masalah demografi. Dari segi ini ada ketakutan bahwa masyakarat Kalimantan akan menjadi minoritas yang terpinggirkan.
Ketakutan dan kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Mereka sudah mendengar bagaimana kisah masyarakat Betawi di Jakarta yang perlahan tapi pasti menjadi masyarakat pinggiran.Â
Juga pengalaman nyata, ketika program transmigrasi yang tidak direncanakan dengan matang, membuat mereka merasa dinomorduakan, dan hal ini justru terjadi di tanah kelahiran mereka.
Seperti tulisan saya sebelumnya, seharusnya dengan perpindahan Ibu kota ini, hendaknya menjadi momentum bahwa penyebaran kesejahteraan dan kemakmuran bisa lebih merata.
Kalau sampai saat ini, kesejahteraan dan kemakmuran ini masih terpusat di Jawa, Â akibat puluhan tahun pembangunan berorientasi sentralistik dan Jawasentris, maka sekarang inilah saatnya untuk mengubah hal itu secara nyata.
Untuk mewujudkan pemerataan pembangunan itu, maka dengan adanya rencana perpindahan Ibu kota ini, selain masalah infrastruktur, masalah sosial juga harus diperhatikan.Â
Dalam perencanaan tersebut, selayaknyalah masyarakat yang ada di lokasi Ibu kota nanti bisa menjadi benefisieris utama. Merekalah yang harus mendapatkan keuntungan utama dari pembangunan ibu kota itu.Â
Tentu dengan memaparkan kecemasan ini bukan berarti masyarakat Kalimantan menolak untuk dijadikan lokasi Ibu Kota. Mereka tetap antusias dan penuh harap bahwa hal itu benar - benar terlaksana.
Namun juga mereka tetap mengharapkan, persiapan dan perencanaan program sungguh melibatkan mereka sebagai stakeholder utama. Agar supaya mereka bisa menyumbangkan saran dan pendapat sehingga jangan sampai mereka hanya menjadi penonton atau bahkan tersingkirkan. Karena biar bagaimanapun, mereka adalah tuan rumah di tempat itu. ***MG