Ketika sayembara 100 milliar diumumkan oleh relawan Jokowi, Penulis mengira esoknya berbondong - bondong orang akan datang menagih uang hadiah itu.Â
Karena sebelumnya begitu banyak orang yang menuduh telah terjadi kecurangan Terstruktur, Sistematis dan  Masif (TSM).Â
Bahkan gaungnya sudah terdengar sebelum Pilpres dilakukan. Ada yang bahkan sampai tiga kali memproklamirkan diri sebagai Presiden karena yakin telah menang.
Apalagi syaratnya pun terbilang ringan. Hanya bila bisa mendapatkan 5 % saja kecurangan dari suara yang dipublikasikan oleh KPU. Angka ini jauh lebih kecil dari klaim kemenangan 62% kubu Prabowo.
Sudah beberapa hari Sayembara ini diumumkan tapi tak seorangpun yang datang untuk mengambil uang 100 milliar itu. Dimana lembaga survei internal yang sudah mengumumkan kemenangan Prabowo itu? Di mana mereka yang punya bukti C1 atas kemenangan tersebut?
Alih - alih bersukacita atas hadiah itu, kubu Prabowo justru kembali mengkritik, "cara ini tidak mendidik". Juga mereka berdalih hadiahnya terlalu kecil.
Penulis melihat kedua alasan ini kurang tepat, bahkan ada kesan mereka tidak berani menerima tantangan dari sayembara tersebut.
Kalau alasannya tidak mendidik, menurut penulis lebih tidak mendidik jika mereka selama ini berteriak dan menuduh adanya kecurangan, tapi ketika diminta bukti tidak bisa mereka ungkapkan. Bahkan dimana dan siapa yang melakukan survei internal yang hasilnya mereka pegang sebagai angka kemenangan pun tak bisa ditunjukkan.
Lebih tidak mendidik, jika koar - koar telah menang, dan tidak mau mengakui hasil kerja lembaga resmi dan angka hasil Pilpres yang telah dipublikasikan tanpa bisa memberikan data tandingan.
Alasan bahwa uang hadiahnya terlalu kecil pun justru menjadikan pernyataan mereka ini menjadi lebih miris. Seolah bagi mereka uang sebanyak itu tidak ada artinya. Padahal untuk banyak orang 100 Millar adalah angka yang tidak mungkin mereka dapatkan seumur hidupnya.
Menurut penulis, kedua alasan ini sungguh menunjukkan bahwa mereka bagai anak - anak yang mengejar layang - layang putus. Begitu seorang anak mendapatkan layang - layang itu, Â langsung dirusak oleh yang lain. Supaya semua tidak mendapatkan layangan tersebut.Â
Karena sudah jelas kalah, mereka tidak mau mengakuinya dan berusaha merusak hasil yang sudah didapat dengan berusaha mendeligitimasi hasil dan institusi yang telah ditunjuk untuk bertanggung jawab terhadap Pemilu ini.Â
Karena dengan sikap mereka tersebut sudah jelas bahwa kubu Prabowo memang tidak punya bukti atas tuduhan kecurangan Terstruktur, sistematis dan masif itu.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H