Sudah lama penulis tidak menulis tentang DKI Jakarta. Walaupun sebenarnya ada banyak hal yang menarik untuk dipaparkan dan didiskusikan. Mungkin ada semacam perasaan pesimistis terhadap situasi DKI saat ini.
Namun rupanya momentum banjir yang melanda Jakarta membuat Penulis terdorong lagi untuk berbagi opini.Â
Sebenarnya banjir di DKI adalah bagian dari sejarah Ibu Kota. Letaknya di delta teluk Jakarta memang cenderung mudah tergenang jika curah hujan tinggi melanda.
Keadaan ini menjadi semakin diperparah oleh rencana tata ruang yang tidak pernah disiplin diterapkan.Â
Salah satu kesalahan fatal adalah membangun perumahan mewah di wilayah Pantai Indah Kapuk yang sebenarnya adalah areal serapan utama di Ibu Kota.Â
Wilayah rawa dan hutan mangrove ini secara alamiah merupakan tempat limpahan air dari sungai yang mengalir ke teluk Jakarta, sekaligus menjadi penahan alami pasang naik atau rob yang melimpah dari laut.
Maka dengan diuruknya wilayah penampungan air ini mengakibatkan aliran air dari hulu tidak terserap dan limpahan pasang naik  tidak terbendung.
Situasi ini diperparah oleh pendangkalan sungai - sungai utama yang melewati DKI akibat sedimentasi erosi dan tumpukan sampah yang dibuang ke kali.
Tentu kondisi langganan banjir yang sudah terlanjur parah ini sulit di atasi, tapi bukan berarti sama sekali tidak ada solusi. Untuk itu diperlukan rencana penanggulangan banjir yang matang dan komprehensif.Â
Program penanggulangan banjir ini harus menyentuh semua aspek: rekayasa infrastruktur dan hidrologi, perubahan sosial perilaku, pemeliharaan berkelanjutan dan penegakkan hukum.
Penulis melihat pendekatan komprehensif seperti inilah yang tidak dilakukan oleh Anis Baswedan.Â