Tertangkap tangannya politikus Golkar oleh KPK membuktikan bahwa serangan fajar bukan isapan jempol belaka.
Walaupun sudah diingatkan berkali-kali bahwa mencoblos karena dibayar sebenarnya merugikan si pemilih, namun rupanya masih banyak orang yang menganggap Pemilu adalah kesempatan untuk mencari rejeki.
Si caleg koruptor rupanya gencar mencari uang untuk memuluskan dirinya melenggang lagi ke kursi legislatif di Senayan. Uang suap itu sudah dimasukkan kedalam amplop sebanyak 84 kotak.
Fenomena ini sungguh menyedihkan. Ini membuktikan bahwa pendidikan politik di negeri ini masih sangat rendah. Banyak caleg yang berani bersaing bukan karena mau adu program dan prestasi. Tapi lebih pada upaya mencari rejeki haram dengan menilap yang rakyat. Caranya dengan jual beli dan suap kebijakan.
Posisi para legislator yang punya wewenang untuk menguji kebijakan dan undang - undang, yang sebenarnya adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas kebijakan tersebut, justru dipakai untuk peluang jual beli.
Kebijakan dan undang-undang yang seharusnya dijaga oleh para wakil rakyat itu agar memihak kepentingan masyarakat, diperalat mereka menjadi ajang mendapatkan keuntungan pribadi.Â
Ini sebenarnya adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan yang telah rakyat berikan kepada mereka.
Namun di lain pihak, dosa itu tidak hanya ada dipundak para legislator tersebut. Masyarakat yang memilih mereka karena telah menerima uang, juga ikut andil membentuk oknum anggota DPR yang korup ini.
Ini memang seperti lingkaran setan.
Apakah ada cara untuk menghentikan praktek kotor ini?Â
Kunci pertama sebenarnya terletak pada sistem seleksi partai terhadap caleg mereka.Â
Untuk menjadi calon legislatif harus berdasarkan rekam jejak dan sejarah integritas dan prestasi mereka. Namun sudah menjadi rahasia umum, para caleg itu seringkali justru harus membayar agar dapat menjadi calon legislatif.Â
Rekam jejak pun tidak menjadi kriteria utama. Bahkan keinginan KPU untuk mengeliminasi para calon wakil rakyat yang mantan Koruptor justru tidak diperhatikan oleh partai.
Baca juga: Caleg Koruptor Terlindungi Karena KPU Trauma Terhadap MA
Dengan mekanisme perekrutan seperti ini, justru yang mempunyai peluang untuk mencalonkan diri adalah mereka yang dari awal diragukan integritas dan kualitas pribadi mereka. Orang - orang baik yang bermutu justru banyak yang alergi terhadap sistem ini.
Masalah lain yang juga menyumbang praktek buruk ini adalah sistem pengelolaan keuangan partai sendiri.Â
Untuk mengelola partai memang membutuhkan uang. Sumber nya bisa beragam: dari iuran anggota, sumbangan simpatisan dan juga anggaran dari pemerintah.Â
Untuk mendapatkan anggota yang rela membiayai partai tanpa pamrih memang tidak mudah. Terutama di Indonesia, di mana setiap partai hampir tidak punya perbedaan ideologi yang mereka perjuangkan. Hampir semua sama.Â
Dengan kondisi ini, sulit didapat anggota partai politik yang sungguh mau berjuang demi menegakkan ideologi yang ada di partai tersebut.Â
Kembali pada serangan fajar atau politik uang yang menghantui dan mengancam Pemilu kita.
Masyarakat juga harus bertanggung-jawab untuk tidak mau dibayar suara mereka. Harusnya mereka sadar, dengan setiap suara menentukan siapa yang dipilih menjadi wakil mereka untuk memperjuangkan kepentingan mereka, seharusnya masyarakat tidak mau melacurkan suara mereka. Namun kesadaran ini masih sangat rendah.Â
Selain tidak mau menerima uang haram itu, juga masyarakat hendaknya ikut aktif melaporkan jika menyaksikan praktek ilegal tersebut.
Melihat kondisi ini memang sulit diharapkan hal ini cepat berubah.Â
KPK sudah menjalankan tugas mereka untuk menangkap para oknum wakil rakyat koruptor ini. Instansi terkait lain seharusnya juga melakukan peran dan tanggung jawab mereka agar serangan fajar ini tidak terus mengancam dan mengincar kehidupan demokrasi kita. ***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H