Kalau melihat uraian ini, ada beberapa perbedaan dengan mereka yang memproklamirkan diri sebagai Golput.
Untuk sekarang lebih karena melihat kedua calon tidak memenuhi kriteria mereka. Juga ada yang menjadi Golput disebabkan sikap apatis, siapapun yang jadi presiden toh nasib dirinya tidak berubah.Â
Alasan yang lebih sederhana pun ada, malas ke TPS dan tidak sempat disebabkan kesibukan lain.Â
Jadi Golput masa kini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai Golongan Putih, tapi lebih tepat dikatakan "Golongan Warna - warni"atau "Golongan Pelangi".
Dari motivasi pun sebenarnya Golput saat ini kurang bermotifkan tujuan politik, atau memperjuangkan moral politik seperti para tokoh Golput masa lalu, sebab tradisi perbedaan memang sudah didapat.
Gerakan mereka tidak memilih pun saat ini juga sudah dijamin undang-undang, yaitu UU tentang HAM Pasal 43. Selanjutnya, UU No 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil Politik yaitu di Pasal 25 dan dalam UU No 10/2008 tentang Pemilu disebutkan di Pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: "WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.Â
Dalam klausul tersebut kata yang tercantum adalah "hak" bukan "kewajiban". Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamendemen pada 1999-2002, tercantum dalam Pasal 28 E: "Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Hak memilih di sini termaktub dalam kata "bebas". Artinya bebas digunakan atau tidak.
Dengan demikian gerakan Golput saat ini pun tidak lagi dianggap sebagai gerakan melawan pemerintah.
Dengan melihat hal ini, sebenarnya Golput saat ini tidak bisa lagi dikatakan sebagai gerakan Politik apalagi dianggap sebagai sebagai pahlawan pengawal demokrasi dan perbedaan.
Bahkan menurut penulis, dalam situasi saat ini, di mana justru gejala tidak menghargai toleransi, mengerasnya politik identitas, semakin keras gaung politisasi agama dan keragaman terancam, justru Golput sebenarnya boleh dikatakan tidak peduli dengan nasib bangsa ini.
Penulis ingin menutup tulisan ini dengan kutipan Romo Magnis, "Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik tapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa". Jadi untuk para Golput, terlebih yang bersikap apatis, sudah saatnya berpikir ulang atas pilihan untuk tidak memilih. GOLPUT bertobat lah!.***MG