Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik

SOS KPK: Usaha Membunuh "Anak Durhaka" KPK Berlanjut

10 Juni 2017   09:16 Diperbarui: 10 Juni 2017   10:22 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah revisi dari tulisan saya sebelumnya "Mereka Mau Membunuh Anak Durhaka KPK". Saya merevisi tulisan tersebut karena saat ini isinya masih sangat relevan. Hal itu membuktikan tiga hal: pertama, Korupsi masih menjadi musuh utama bangsa ini; ke dua, KPK masih satu-satunya lembaga yang konsisten memberantas korupsi dan ke tiga, musuh-musuh KPK masih tetap ingin memberangus KPK karena menghalangi pesta-pora mereka menikmati uang hasil korupsi.

Kalau sebelumnya usaha itu dilancarkan dengan: kriminalisasi para pimpinan KPK, revisi UU KPK, memangkas kewenangan KPK dan menutup KPK karena dianggap sebagai lembaga sementara atau ad-hoc maka kali ini, senjata pembunuh itu mereka sebut sebagai Hak Angket.

Kalau dilihat hak angket itu adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Jika ditelaah, sebenarnya hak ini sangat bagus sebagai mekanisme penyeimbang, check and balance dalam suatu pemerintahan yang demokratis antara kekuasaan legislatif dan eksekutif, namun ditangan para musuh KPK hak ini justru berubah menjadi gada pembunuh.  Lewat pelaksanaan hak ini jika dalam penyelidikan DPR ada pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh  KPK maka lembaga anti korupsi bisa dibubarkan atau sekurang-kurangnya dipangkas wewenang yang sangat diperlukan KPK seperti hak Penyadapan dan tangkap tangan. 

Sebenarnya motivasi mereka untuk melancarkan hak ini tidak perlu ditanyakan karena sudah jelas hak ini diajukan ketika beberapa oknum anggota DPR diduga terlibat dalam kasus korupsi yang sedang diselidiki oleh KPK. Sehingga rekomendasi yang akan mereka berikan juga sudah bisa diramalkan karena sejak awal motivasi Hak Angket ini memang tidak obyektif dan sarat akan kepentingan pribadi.

Kalau dilihat, orangnyapun memang 4L:  "loe lagi, loe lagi", yang secara periodik tetap menyuarakan hal yang sama. Latar belakang orang tersebutpun sebenarnya bisa dilihat, yakni berasal dari partai politik yang paling sering terlibat kasus korupsi. Mereka juga, jika ditelusuri jejaknya, tidak pernah membuat pernyataan yang mendukung KPK dan tidak ada track record dalam memberantas korupsi.

Untuk menilai sejauh mana lontaran pikiran dan pendapat mereka, mari kita lihat satu persatu lontaran kata dan opini mereka berikut ini:

"Revisi bukan untuk melemahkan tapi memperkuat kinerja KPK...". Jelas di sini terjadi pembohongan publik karena dilihat dari poin-poin apa yang hendak mereka ubah jelas tujuannya adalah melemahkan, atau sekurang-kurangnya membatasi wewenang KPK seperti: membatasi wewenang penyadapan, memaknai "kolektif kolegial" harus semua pimpinan menandatangani, membentuk "pengawas KPK", menghapus larangan bahwa KPK tidak boleh menerbitkan SP3 atau penghentian penyidikan.

Mereka justru tidak menyentuh hal krusial yang sudah terbukti telah mengganggu KPK dengan peluang dikriminalisasi, penarikan penyidik dari institusi tertentu yang sewenang-wenang, memperkuat kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik independen, memperkuat independensi KPK supaya tidak mudah diintervensi secara politik.

"KPK harus dibatasi kewenangannya supaya tidak menjadi lembaga super body dan kekuasaan tidak terbatas....".  Ini justru melawan maksud utama mengapa KPK dibentuk. KPK memang disiapkan untuk menjadi lembaga yang super body dalam arti positif, karena tugas yang dibebankan ke mereka amat sangat berat sehingga mereka sengaja dipersenjatai dengan kewenangan khusus termasuk supervisi pada lembaga hukum lain dalam menangani kasus korupsi yang adalah termasuk kejahatan luar biasa....

Jika segala kewenangan khusus ini dicabut justru KPK akan menjadi singa ompong atau harimau kertas. Selama ini justru terbukti segala kewenangan khusus inilah yang menjadikan KPK berwibawa dan mampu menangani tugas-tugas berat pemberantasan korupsi....

KPK juga bukan punya kekuasaan yang tidak terbatas. Kekuasaan KPK  justru sangat terbatas karena hanya menangani kasus-kasus korupsi besar, mereka tidak menangani semua kejahatan lain.

Jika ada oknum KPK yang menyalahgunakan kekuasaannya, maka sudah ada mekanisme untuk menanganinya, baik secara internal dengan adanya kode etik  yang ketat dan independen. Jika menyangkut pidana maka sama sekali tidak ada halangan untuk dibawa ke pengadilan. Jika bukan karena kasus "kriminalisasi" masyarakat juga pasti mendukung proses hukum tersebut. Hal itu sudah terbukti dengan adanya kasus Antasari Azhar.

"KPK hanyalah lembaga ad hoc....". Dengan menyatakan ini mereka justru mau menghentikan kegiatan KPK. Jika mereka memang mau mendukung KPK dan pemberantasan korupsi, justru harus mengubah lembaga KPK menjadi lembaga permanen karena  kasus korupsi memang merupakan "bahaya laten", yang pasti terus ada karena tetap ada orang yang mau merampok uang negara dan bukan sebaliknya.

"Apa salahnya sih revisi jika untuk perbaikan?". Kembali argumen "untuk penguatan" seperti telah tercantum di atas bisa dipakai di sini, ditambah lagi bahwa memang UU KPK tidak sempurna karena tidak ada UU yang sempurna. Namun dengan segala ketidaksempurnaan itu sudah sangat memadai dalam pemberantasan korupsi dengan bukti kinerja dan kepercayaan publik pada lembaga ini. Jadi, revisi demi perbaikan bisa dilihat sebagai hanya alasan untuk membuka peluang "membongkar" dan "merusak" UU KPK.

"UU KPK bukan Kitab Suci, sehingga bisa diubah....". Orang yang mengatakan ini dengan sengaja menyesatkan logika secara mendasar. Mengapa? Memperbandingkan UU KPK dengan Kitab Suci saja sudah tidak tepat. Jika mereka yang memiliki logika yang lurus tentu tidak melakukan perbandingan seperti ini, harus "apple to apple" , dua hal yang sebanding.

UU KPK memang bisa diubah, tapi apakah perlu? Apakah mendesak?. Apakah pasti memperkuat KPK dan bukannya justru memperlemah KPK?.

Begitulah beberapa pokok pikiran yang secara berulang-ulang dilontarkan para musuh KPK yang kadang dengan variasi pernyataan tapi intinya sama: ingin mengebiri dan melumpuhkan KPK dengan lontaran logika sesat dan pembohongan publik. Mereka sama sekali tidak punya beban moral dan etika untuk melakukan hal tersebut karena hal itu sudah biasa mereka lakukan demi menutup akal busuk mereka yang sebenarnya.

Ya, mereka memang mau membunuh "anak durhaka" KPK yang berani menjebloskan siapa saja termasuk para pembuat UU KPK yang ada di DPR. Ada dua hal yang bisa meredam ankara murka para pembuhun KPK ini: pertama dukungan penuh rakyat terhadap KPK dan sikap tegas pemerintah yang dalam hal ini ketegasan presiden untuk membela KPK.  @Marius Gunawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun