Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Presiden Neoliberalisme?

17 Juni 2015   11:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:40 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sumber Photo: http://sidomi.com/

Baru-baru ini pengamat ekonomi Faisal Basri melemparkan suatu pernyataan yang cukup kontroversial mengenai pendekatan ekonomi yang diterapkan Presiden Jokowi. Dia mengatakan bahwa “Jokowi lebih neolib dibandingkan dengan SBY”. Penilaian ini didasarkan karena Jokowi telah memutuskan untuk menyerahkan harga premium yang selama ini mendapat subsidi dari pemerintah. Menurut ekonom ini  kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang bertentangan dengan semangat Nawacita yang digadang-gadang Jokowi selama ini.

 

Apa sih sebenarnya Neoliberalisme itu?

Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal  seyogyanya adalah paham yang mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan. Dengan menambah kata “Neo” sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik.  Alasan yang diberikan oleh pendukung paham ini karena campur tangan pemerintah yang berlebihan akan mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif.  

Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas dengan cara menghilangkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi.

Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, namun pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997.

Hal itu adalah salah satu dampak dari kemerosotan nilai rupiah, sehingga Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesiapun diwajibkan untuk melaksanakan paket kebijakan Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN, diantaranya IndosatTelkomBNI, PT. Tambang Timah dan Aneka Tambang.

Seperti halnya dalam setiap paham atau aliran pemikiran, pasti ada kebenaran yang tercantum di dalamnya. Namun jika hal itu diterapkan secara membabibuta dan tidak disesuaikan dengan konteks yang tepat maka akan timbul juga dampak negatifnya. Demikian juga dengan penerapan pemahaman ekonomi neoliberisme ini.

Kritik terhadap neoliberalisme terutama sekali berkaitan dengan negara-negara berkembang yang aset-asetnya telah dimiliki oleh pihak asing. Negara-negara berkembang yang institusi ekonomi dan politiknya yang belum terbangun, apabila ditekan secara total pemahaman ini maka ada bahaya akan terkuras habis sebagai akibat dari tidak terlindunginya Negara berkembang tersebut dari arus deras perdagangan dan modal.

Bahkan dalam gerakan neoliberal sendiri terdapat kritik terhadap banyaknya negara maju telah menuntut negara lain untuk meliberalisasi pasar mereka bagi barang-barang hasil industri mereka, sementara mereka sendiri melakukan proteksi terhadap pasar pertanian domestik mereka. Jadi ada kebijakan double standard dalam hal ini.

Pendukung antiglobalisasi adalah pihak yang paling lantang menentang neoliberalisme, terutama sekali dalam implementasi "pembebasan arus modal" akan tetapi tidak dalam hal adanya pembebasan arus tenaga kerja. Salah satu pendapat mereka, kebijakan neoliberal hanya mendorong sebuah "perlombaan menuju dasar" dalam arus modal menuju titik terendah untuk standar lingkungan dan buruh.

Subsidi ala Jokowi

Nah, dengan melihat pengertian dan kritik yang ada, apakah pemerintahan Jokowi sudah bisa dikategorikan sebagai Neoliberalisme?.

Menurut saya jika hanya berdasarkan kebijakan menghapus subsidi dari harga premium rasanya tidak terlalu tepat. Toh juga sebenarnya Jokowi tidak menyerahkan sepenuhnya harga minyak pada harga pasar. Untuk solar yang memang paling banyak dibutuhkan industri subsidi tetap diberikan secara terbatas. Maksud terbatas di sini adalah bukannya dengan memberikan subsidi berapapun kenaikan  dari bahan bakar tersebut berdasarkan harga dasar yang sudah ditetapkan, tapi sudah dipatok prosentasi subsidi yang akan diberikan dari kenaikan harga perliternya. Juga sebenarnya pemerintah masih memberikan subsidi pada sumber energi lain seperti gas, listrik dan minyak tanah.  

Alasan mengapa subsidi diberikan secara terbatas agar pemerintah tidak tersandera oleh harga minyak yang memang sangat sering naik turun secara drastis. Karena jika tidak, maka kita akan kembali mengalami krisis keterbatasan fiskal yang membahayakan ekomi secara menyeluruh.

Dalam hal ini kita juga tidak dapat menutup mata betapa subsidi energi,  ini mengahabiskan fiskal pertahun sampai Rp 350,3 trilyun. Dari jumlah 350,3 triliun rupiah subsidi energi, khususnya alokasi untuk BBM bersubsidi mencapai 246,5 triliun rupiah. Ironisnya, terus melambungnya subsidi BBM, penerima subsidi BBM kepada masyarakat mampu. Sekitar 50,9 persen subsidi BBM dinikmati sedikitnya 20 persen orang kelas menengah atas. Timpangnya lagi, rakyat miskin yang menerima subsidi ini tidak lebih dari 6 persen.

Terlebih, alokasi anggaran subsidi BBM tersebut didanai sebagian besar dari utang pemerintah. Kebergantungan BBM impor tentu menambah beban anggaran sehingga mendorong terus melajunya beban utang. Data Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu, total utang pemerintah hingga Februari 2014 mencapai 2.428,63 triliun rupiah dengan rasio 24,7 persen terhadap PDB.

Melihat hal ini semua maka sangat wajar kebijakan radikal subsidi BBM harus diambil. Karena jika tidak maka, sekali lagi, hal itu seperti menyandera dana pemerintah yang sebenarnya masih sangat dibutuhkan dibidang lain, terutama untuk membangun infrastruktur dan bidang kesejateraan lain seperti kesehatan dan pendidikan.  

Program pro-rakyat lain

Sekali lagi, untuk menilai pemerintahan ini tidak bisa dengan kacamata hitam putih dan pukul rata. Semangat Nawacita sebenarnya juga terdapat dalam kebijakan-kebijakan yang diambil jokowi. Misalnya saja: pengadaan perumahan rakyat, penyediaan dana kesehatan dan pendidikan lewat program Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar. Juga ada program-program yang berusaha menyentuh secara langsung masyarakat di pedesaan, petani dan nelayan dengan subsidi-subsidi tertentu.

Masih Perlu Kritik Penerapan Nawa Cita

Apakah pemerintah Jokowi perlu dikritisi? Ya, menurut saya masih sangat perlu dan harus, tapi bukan dengan mencap bahwa pemerintahan Jokowi menerapkan semangat neoliberalisme. Apalagi dengan hanya melihat kebijakan pencabutan subsidi premium belaka.  Tapi kritik diperlukan agar pemerintahan ini tetap diingatkan akan semangat Nawacita yang mandiri secara Politik, Sosial dan Ekonomi  dengan penerapan 9 hal yang telah dicanangkan:

  1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

    2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

    3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

    4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

    5.Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorongland reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.

    6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

    7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

    8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

    9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.***MG.

Sumber Bacaan:

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/06/16/103300726/Faisal.Basri.Jokowi.Lebih.Neolib.Dibanding.SBY?utm_campaign=popread&utm_medium=bp&utm_source=bisniskeuangan

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Neoliberalisme#di_Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun