Mengapa ini bisa dijadikan “lampu merah” peringatan? Ya, tindakan secara institusional mengajukan calon pimpinan KPK ini adalah baru pertama kali dalam sejarah penjaringan calon pimpinan KPK. Memang sudah ada beberapa orang pimpinan KPK yang berasal dari institusi penegak hukum, namun mereka dulu mencalonkan diri secara pribadi, bukan atas penunjukan institusi. Mereka memang minta persetujuan dari institusi mereka berasal namun, sekali lagi bukan atas penunjukkan institusi tersebut.
Dengan ditunjuk oleh institusi, di mana mereka masih aktif, tentu ada kesan bahwa mereka adalah wakil dari institusi yang secara birokrasi akan mengekang independensi mereka kelak. Terutama jika KPK nantinya harus menangani kasus yang melibatkan oknum dari isntitusi bersangkutan.
Hal lain yang dikhawatirkan adalah, (memang belum terjadi), jangan-jangan nanti jika ada konflik dengan KPK, maka institusi merasa berhak untuk menarik pimpinan tersebut dari KPK. Hal itu sebenarnya sudah terjadi dengan para penyidik yang tiba-tiba ditarik yang berkesan “menggembosi” kekuatan KPK.
Tentu yang paling ditakuti dengan cara penunjukkan ini, adalah adanya skenario menyusupkan “Kuda Troya” yang akan menghancurkan KPK dari dalam.
Kecurigaan seperti ini tidak berlebihan karena pada saat ini justru sedang terjadi krisis yang paling radikal di tubuh KPK di mana dipertontonkan secara vulgar institusi anti-korupsi ini sedang menjadi bulan-bulanan kriminalisasi, baik yang terjadi dengan para pimpinannya, dan juga melanda para penyidik KPK.
Lalu bagaimana cara Pansel mencegah hal ini? Tentu yang paling penting adalah dengan menyadari bahaya di atas, proses penyeleksian harus sangat diperketat, terutama terhadap calon pimpinan KPK “titipan”.