Pengertian Subak
Menurut Geria et al. (2019) subak merupakan pondasi dari kebudayaan masyarakat Bali yang berbentuk irigasi. Sedangkan menurut Suryawati & Santhiarsa (2020) subak merupakan sistem pengaturan air sawah dalam kebudayaan lokal Bali untuk bercocok tanam dengan beranggotakan para petani yang juga diketuai oleh petani dengan sebutan pekaseh. Dari pengertian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa subak adalah kebudayaan Bali berupa tata kelola irigasi yang memiliki struktur di dalamnya.
Struktur Organisasi Subak
keragaman struktur kepengurusan subak adalah karena selain variasi inovasi atau kreasi dalam membangun subak yang dapat mensejahterakan anggota subak, tantangan yang dihadapi subak juga tidak sama. Fisiografi dan luas wilayah, jumlah anggota, ketersediaan air irigasi, dan kebijakan pemerintah merupakan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi struktur kepengurusan subak. Berikut ini adalah unit-unit kerja yang berbeda yang membentuk manajemen subak:
1. Tiga anggota struktur organisasi subak adalah Kerama Subak, Wakil Pekaseh, dan Pekaseh.
2. Anggota struktur organisasi subak terdiri dari sekretaris, kesinoman, wakil pekaseh, pekaseh, dan kerama subak.
3. Kelian Gede (Pekaseh), penyarikan, petengen, kelian tempek, wakil kelian tempek, kesinoman, kerama subak, serta pengawas dan penasihat keuangan membentuk struktur organisasi subak.
4. Kelompok-kelompok kerja kembali hadir dalam manajemen subak, dan kelompok-kelompok kerja ini bertanggung jawab atas berbagai bidang atau sektor.
Tugas dan peran yang berbeda akan diberikan pada administrasi subak, yang mungkin termasuk Pekaseh (Kelihan Subak), Petajuh (Wakil Kelihan Subak), Kesinoman (Juru Arah), dll.
Jaringan Irigasi Subak
Jaringan sistem irigasi dalam sistem irigasi subak jika diurutkan berdasarkan sumber air meliputi:
Empelan/empangan merupakan sumber dari aliran air/bendungan.
Bungas/Buka adalah sumber masuknya air (in take).
Aungan merupakan saluran air atau terowongan yang tertutup.
Telabah aya (besar), merupakan saluran utama.
Tembuku aya (besar), merupakan bangunan utama distribusi air.
Telabah tempek (munduk/dahanan/kanca), merupakan saluran air pencabangan.
Telabah cerik, merupakan saluran air ranting.
Telabah panyacah (tali kunda), di beberapa tempat juga dikenal dengan sebutan Penasan (untuk 10 orang), Panca (untuk 5 orang) dan Pamijian (untuk sendiri/1 orang).
Mekanisme Kerja Subak
Mekanisme dan operasional Subak meliputi:
1. Matelik (Pemantauan Saluran)
Matelik merupakan kegiatan dari krama subak yang biasanya dibentuk dalam sistem piket yang terdiri dari 2 sampai 4 orang untuk memantau aliran air irigasi mulai empelan sampai bangunan bagi primer(tembuku aya).Pemantauan ini bertujuan untuk mencegah adanya kebocoran (hilangnya) air irigasi sepanjang jalur pantauan tersebut sehingga debit yang sampai pada lahan subak tidak berkurang.
2. Nyilih Yeh (Pinjam Air)
Kegiatan nyilih yeh biasanya dilakukan oleh petani secara individu, tingkat tempekan, atau tingkat subak atas persetujuan dari pihak yang berwenang (bisa kelihan tempekan, pekaseh).
3. Magilihan(Pergiliran)
Magilihan jika diterjemahkan secara bebas ke dalam Bahasa Indonesia artinya pergiliran yang merupakan penggunaan air irigasi yang dilakukan secara bergilir, karena tidak cukupnya debit air irigasi pada saat atau musim tersebut.Kegiatan Magilihan ini hampir sama dengan Kegiatan Nyilih Yen tetapi Kegiatan Magilihan ini dilakukan apabila terjadi kekurangan pasokan air dan pada saat musim kemarau
4. Kempelan (Pemeliharaan Bendung Tradisional)
Bangunan irigasi yang terdapat pada sumber air irigasi berupa bendung atau empelan. Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi meninggikan muka air sungai agar bisa di sadap .
5.Ngeduk Nyanyad (Pengurasan Lumpur)
Secara harfiah ngeduk nyanyad dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi menguras lumpur. Aktivitas pemeliharaan ini biasanya dilakukan pada Telabah Aya (Saluran Primer) pada subak.
6. Nabdab Yeh (Update Kuota Air Irigasi)
Nabdab yeh merupakan kegiatan dari segenap anggota (krama) subak yang dikoordinir oleh pekaseh untuk mengontrol kembali bangunan bagi (tembuku) mulai dari bangunan bagi primer (tembuku aya) sampai bangunan pengambilan individu (tembuku pengalapan).
7. Ngampad (Membersihkan Saluran)
Ngampad merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh semua krama subak dikoordinir oleh pekaseh bersama kelihan tempekan untuk membersihkan dan memperbaiki bangunan irigasi mulai dari telabah gede (saluran sekunder) sampai telabah pemaron (saluran tersier) atau bisa saja sampai telabah penyahcah (saluran kuarter ).
8. Metpet Munduk (Menutup Kebocoran Talud)
Kegiatan metpet munduk dilakukan oleh para anggota subak untuk mencegah kebocoran air pada talud saluran. Dengan aktivitas ini, kebocoran pada talud saluran dapat diatasi. Pada jaman dahulu bahan yang digunakan untuk metpet munduk adalah tanah atau lumpur yang sudah dikeraskan.
Melalui sistem Subak inilah, para petani mendapatkan bagian air sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh musyawarah dari warga/krama subak dan tetap dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana yakni kepercayaan konsep masyarakat Bali yang berarti Tiga Penyebab Kesejahteraan. Maka dari itu, kegiatan dalam organisasi/perkumpulan Subak tidak hanya meliputi masalah pertanian atau bercocok tanam saja, tetapi juga meliputi masalah ritual dan peribadatan untuk memohon rejeki dan kesuburan.
Daftar Pustaka
Arif, Afit. 2018. “Bab Ii Sejarah Sistem Subak Bali.” (November): 14–32.
Geria, I Made et al. 2019. “Subak Sebagai Benteng Konservasi Peradaban Bali.” Amerta 37(1): 39.
Para kontributor Dinas Kebudayaan Buleleng. 2021, Maret 16. “Sistem irigasi Subak Bali, Indonesia, metode pengairan sawah tradisional di Bali yang terkenal dan ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia”.
Sumiyati, -, I Wayan Windia, and I Wayan Tika. 2017. “Operasional Dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Subak Di Kabupaten Tabanan.” Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies) 7(1): 121.
Suryawati, I Gusti Agung Alit, and I Gusti Ngurah Nitya Santhiarsa. 2020. “Literasi Budaya Bali : Kajian Filsafat Ilmu Tentang Keadilan Dalam Sistem Subak.” Jurnal Nomosleca 6(1): 47–52.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H