Setiap dari kita yang  disebut sebagai manusia ini selalu hidup tanpa adanya campur aduk dunia pemikiran dan logika. Sekalipun itu bertentangan dengan hukum-hukum yang berlaku, esensi kita hidup di dunia ini adalah masih tentang berpikir. Otak dan pemikiran yang dianugerahkan tuhan kepada diri kita selalu senantiasa terjaga untuk mengolah berbagai peristiwa. Segala kejadian dramatis, fakta, maupun tipuan tidaklah selalu benar. Pemikiran manusia yang pada mulanya belum bekerja secara optimal, perlahan mulai berkembang sejalan dengan apa yang mereka hadapi di kehidupan mereka.
Dalam suatu konsep berpikir, semua diawali dengan menciptakan sebuah definisi. Konsep berpikir ini kemudian menimbulkan sebuah pemikiran baru. Namun, ketika pemikiran itu terjadi, lain halnya dengan konsep berpikir filsafat. Semua yang berkaitan tentang bagaimana hal itu terjadi dan darimana hal itu bisa ada adalah pertanyaan yang timbul dalam filsafat. Tetapi, dalam sejarah perkembangan pemikiran manusia, filsafat bukan diawali dari sebuah definisi. Melainkan diawali dengan kegiatan berpikir tentang segala sesuatu secara mendalam.
Orang-orang yang berfikir tentang segala sesuatu itu tidak semuanya merumuskan definisi dari sesuatu yang ia teliti, termasuk juga pengkajian tentang filsafat. Dalam beberapa kesempatan, pernah Muhammad Hatta dan Lavengeld mengatakan, "Lebih baik pengertian filsafat itu tidak dibicarakan terlebih dahulu. Jika orang telah banyak membaca filsafat, maka ia akan mengerti sendiri apa filsafat itu".
Dalam praktiknya, tentu saja filsafat berfungsi di segala bidang. Mulai dari ilmu pengetahuan hingga agama. Filsafat berulang kali disebut sebagai induk dari segala ilmu. Manusia-manusia pada zaman dahulu lebih dulu mengenal cara berpikir filsafat ketimbang ilmu-ilmu lainnya. Terlebih lagi pada bidang agama. Meski banyak pro dan kontra yang mengaitkan bahwa filsafat tidak masuk akal, nyatanya filsafat masih tetap eksis.
Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada tuhan dan semua cara itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Dick hartoko menyebutkan bahwa  agama itu sama dengan religi. Yaitu ilmu yang meneliti hubungan antara manusia dengan sang pencipta yang perwujudannya direalisasikan dalam ibadat-ibadat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Selain berisikan mengenai ajaran-ajaran dan peribadatan, agama atau religi juga merupakan kecenderungan asli rohani manusia yang itu berhubungan dengan alam semesta.
Kita semua paham dan mengetahui bahwa manusia mengakui adanya ketergantungan kepada yang mutlak atau kepada sang pencipta. Namun, di luar sana banyak para pemikir yang mencoba untuk menciptakan sebuah definisi lain dari pengertian agama. Dengan kata lain, agama itu mempunyai berbagai pengertian. Tetapi, di antara  semua berbagai pengertian mengenai agama yang diciptakan oleh manusia, inti yang dominan adalah bahwa agama sebagai pedoman hidup manusia yang dimaksudkan sebagai hubungan manusia dengan sang pencipta.
Di dalam agama, terkandung ikatan-ikatan yang harus dipenuhi dan dipatuhi oleh setiap manusia. Ikatan itu mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Ikatan itu bukan muncul dari sesuatu yang bersifat umum, tetapi segala ikatan itu berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Kekuatan yang lebih tinggi itulah kemudian membawa manusia pada pemahaman yang mengikat terkait agama atau religi.
Lalu, apa esensi yang ada dan timbul di antara filsafat dengan agama? Terdapat beberapa asumsi berkaitan dengan hubungan filsafat dengan agama. Asumsi tersebut didasarkan pada anggapan manusia sebagai makhluk budaya. Bila kita dalami lebih teliti, peran agama dalam filsafat adalah meluruskan filsafat yang spekulatif kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama. Agama adalah ciptaan tuhan. Sedangkan filsafat adalah hasil spekulasi manusia yang berdasar pada keahlian manusia dalam mengolah sebuah pemikiran. Dalam hal sumbernya, agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat. Sedangkan filsafat lebih menguji asumsi (science). Hal yang lebih spesifik lagi dari perbedaan agama dan filsafat adalah bahwa agama mempercayai akan adanya kebenaran dan khayalan dogma-dogma agama, sedangkan filsafat tidak mengakui dogma-dogma agama sebagai kenyataan tentang kebenaran.
Dari semua perbedaan-perbedaan yang mutlak dan lazim sangat berbeda antara agama dengan filsafat, dapat kita ambil kesimpulan bahwa peran filsafat terhadap agama adalah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Terkadang kita sebagai manusia masih terlalu labil dalam mencoba memahami terkait pemikiran kita. Kemudian menimbulkan yang namanya asumsi berlebihan terkait dengan sesuatu. Namun di dalam konteks agama dan filsafat, kedua hal itu justru malah menjadi perdebatan hingga saat ini.
Walaupun kita sendiri juga kadang tidak percaya, skeptis, dan ingin menang sendiri, terlebih pada ajaran dan pembahasan mengenai agama. Tetapi, pemikiran filsafat yang logis dan kritis bisa membantu kita dalam memerangi kesesatan dalam berpikir. Hal itu jugalah yang hingga saat ini masih ditentang. Lahirnya filsafat islam dalam perjalanan sejarah peradaban islam, terus menerus menjadi perdebatan. Yang mana celah-celah atau sudut pandang dari berbagai perbedaan pemikiran antar individu semakin rasional, sehingga muncul perdebatan-perdebatan dalam konteks sejarah filsafat islam lahir. Filsafat islam dianggap tidak pernah ada dari alam semesta atau dianggap tidak pernah ada dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia. Sebagian besar beranggapan bahwa barat sebagai pusat keilmuan.
Berbagai perbedaan yang timbul diantara filsafat dan agama pasti akan memunculkan suatu pertanyaan tentang hubungan atau keterkaitan. Namun sebenarnya, hubungan yang ada antara agama dan filsafat sangat dekat. Dalam agama, kita berusaha menyesuaikan diri dengan dunia dan diri kita sendiri. Banyak agama yang meyakinkan keimanannya dengan dunia secara keseluruhan. Contoh yang sering dan bahkan sangat sering kita dengar adalah tentang mengimani berbagai ciptaan tuhan. Tetapi, ini bukan inti yang sebenarnya dari agama. Yang utama dalam agama adalah ibadah kepada tuhan atau meraih kebajikan dan perlindungan-Nya.
Memang kebanyakan orang terlalu menganggap filsafat sebagai ilmu yang 'awang-awang'. Dari semua pemikiran-pemikiran filsuf mengenai definisi dan penjelasan filsafat, tidak semuanya relevan. Apalagi, di zaman sekarang ini, ilmu-ilmu yang mereka kembangkan semakin tenggelam oleh modernisme yang berkembang di dunia saat ini. Namun, dari pemikiran-pemikiran yang dikemukakan oleh comte dan marx, semua memiliki sisi positif yang bisa kita ambil. Terlebih lagi di era modern dan serba digital. Yang semuanya mampu membuat pemikiran manusia lemah karena kecanggihannya. Filsafat adalah jalan pulang dari perjalanan panjang yang melelahkan dan membosankan. Adanya pemikiran filsafat membuktikan bahwa hal yang sepele pun bisa menjadi bermakna sebab kita memaknainya.
Di samping semua perbedaan yang ada di antara filsafat dan agama, filsafat ternyata eksis di dunia islam. Banyak para tokoh islam yang ternyata filsuf islam. Tetapi dalam hal istilah, filsafat islam sangat berbeda-beda. Menurut pendapat Nurcholis Majdid, "Filsafat adalah bagian dari hikmah". Hikmah adalah rahasia tuhan yang tersembunyi. Perkembangan filsafat diakui menjadi bagian dari agama (islam) karena memiliki tujuan yang sama yakni mencari hakikat kebahagiaan dengan jalan yang benar. Tujuan antara filsafat dengan agma sebenarnya memang hanya untuk mencari hakikat sebuah kebenaran. Namun di dalam proses mencari tersebut, definisi antara keduanya berbeda. Hal itulah yang sampai saat ini menimbulkan sebuah perbedaan besar antara keduanya.
Keradaan filsafat tidak hanya eksis dalam bidang agama. Sebab filsfat bisa disebut sebagai induk dari segala ilmu, keberadaannya mutlak dijadikan sebuah patokan bahwa segala ilmu itu berakar dari sebuah pemikiran yang skeptis hingga akhirnya menimbulkan sebuah definisi baru. Tidak hanya di bidang agama, filsafat pun mampu mengembangkan sebuah inti yang menyebabkan dunia ilmu pengetahuan berkembang pesat. Semenjak masa Renaissance yang disusul dengan Aufklaerung ( abad XVIII), filsafat sebagai induk dari cabang-cabang ilmu pengetahuan mulai ditinggalkan oleh anak-anaknya (cabang-cabang ilmu pengetahuan). Cabang-cabang ilmu pengetahuan bersama 'anak kandungnya' cenderung berdiri secara mandiri.
Kemudian dalam perjalanannya, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengalami kemajuan sangat pesat dan mampu menghasilkan temuan-temuan yang spektakuler. Diantara ilmu pengetahuan dan filsafat memang saling berkaitan. Namun pada kenyataannya, ilmu pengetahuan dipelajari dan diterapkan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filsafatnya. Tetapi tetap saja, semua penemuan yang diciptakan oleh manusia sendiri tidak pernah abadi dan selamanya memberikan manfaat.
Dari berbagai kecanggihan IPTEK dan fungsinya bagi dunia, penemuan-penemuan yang diciptakan manusia mestilah memiliki titik lemahnya tersendiri. Hal itulah kemudian yang menjadi permasalahan akibat kemajuan IPTEK dan adanya spesialisasi di semua disiplin ilmu. Dari berbagai uraian singkat tersebut, kita mengerti bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak hanya berimplikasi positif, tetapi juga negatif. Maka dari itu, dibutuhkan penawar atau lebih dikenal sebagai pendamping yang dapat dipertanggungjawabkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada tersebut, filsafat ilmu dianggap mampu menjadi penawar serta mediasi antar berbagai cabang ilmu pengetahuan agar bisa saling 'menyapa'. Filsafat ilmu mendemonstrasikan ilmu pengetahuan secara utuh. Filsafat ilmu bisa sebagai pendamping yang kritis bagi perkembangan ilmu pegetahuan. Agar segala hal yang belum sesuai atau belum utuh, dapat disempurnakan melalui filsafat ilmu.
Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu. Karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan non empiris. Di samping itu, secara historis, ilmu berasal dari kajian filsafat. Karena pada awalnya, filsafatlah yang melakukan pembahasan mengenai segala yang ada di dunia ini dengan konteks pemikiran yang sistematis, rasional, dan logis. perkembangan ilmu sejalan dengan perkembangan filsafat.
Ciri khas ilmu pengetahuan adalah mencari hubungan gejala-gejala yang bersifat fakta. Sehingga, eksistensi filsafat terhadap ilmu pengetahuan muncul karena adanya esensi. Yang berarti telah adanya pemilihan diantara esensi dan eksistensi dan memiliki tolak ukur bagi eksistensi filsafat tersebut. Di didalam filsafat, terdapat 3 pilar utama yang membangun dasar dari pemikiran filsafat, 3 pilar utama tersebut yakni epistemologi,aksiologi, dan ontologi.
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan sendiri, pilar epistemologi lah yang sangat berpengaruh. Â Epistemologi membahas tentang terjadinya dan kesahihan atau kebenaran suatu ilmu. Sebagai contoh, dasar dari semua ilmu empiris adalah prinsip kausalitas dan kaidah yang menjadi pokok bahasan dalam filsafat. Dengan demikian, filsafat menjadi dasar dan pijakan dari semua ilmu-ilmu empiris. Tidak hanya itu, ilmu logika yang merupakan alat berpikir manusia diletakkan sebagai pendahuluan dalam filsafat dan setiap ilmu-ilmu lain.
Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, filsafat bertujuan mencari kebenaran dengan memiliki elemen-elemen yang berfungsi saling berkaitan untuk mewujudkan fungsi ilmu secara menyeluruh. Filsafat dalam kehidupan manusia memiliki elemen-elemen berupa sistem syarat. Sedangkan, dalam pengembangan, ilmu memiliki sistem penalaran atau logika, sistem klarifikasi, dan sistem pembuktian. Filsafat bukan sekedar rangkaian proses berpikir, tetapi yang terpenting adalah berpikir secara mendalam melalui penggambaran ciri-ciri berpikir (radikal, universalitas, konseptualitas).
Filsafat ialah berfungsi sebagai hasil akar dari sebuah pemikiran manusia yang mencari dan memikirkan kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Bicara tentang filsafat ilmu, perlu diajukan suatu pertanyaan kepada diri sendiri. Sejauh mana cabang filsafat ini mempunyai makna dan relevansi dengan masalah-masalah praktis dan darurat (mendesak). Namun jika kita ingin mempraktikannya di dalam kehidupan sehari-hari, filsafat cukup menjadi sebuah jalan keluar bagi suatu masalah. Sebab di dalamnya, kita dituntut untuk selalu berpikir rasional atas segala apa yang terjadi.
Untuk saat ini, di tengah hiruk pikuk dunia yang semakin modern kita perlu untuk menajamkan peluang daya pikir kita. Supaya dalam penerapannya, kita bisa berpikir mana yang wajar dan mana yang tidak. Tidak semua ilmu filsafat itu membingungkan. Keberadaannya cukup untuk sekedar kita pelajari sebentar lalu coba kita terapkan.
Terutama di bidang filsafat ilmu. pada rangka peningkatan mutu akademik, filsafat ilmu berperan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tinggi dan kerangka berpikir 'manusia Indonesia seutuhnya' yang dalam penalarannya diharapkan mampu melakukan terobosan ke tempat yang paling mendasar untuk memahami hakikat ilmu hingga di batas yang maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H