Sapa Kasih untuk Uni Linda Djalil di http://www.kompasiana.com/linda bertemu Linda Djalil yang masih manis dan ramah di Citos (Cilandak Town Square), Jakarta Selatan sekitar dua minggu lalu.
Saya sedang menuju sebuah café disana dalam rangka menghadiri sebuah rapat tertutup bersama tim penyandang dana Andre Taulani dan Bang Arsyid plus tim penyandang dana tim Pak Yayat dan Mas Norodom.
Mbak Linda saya saksikan sedang sangat asyik serta aktif memasarkan teri balado ala Padang yang saya coba tester-nya lezat ternyata sekali, termasuk brosur salon muslimah mbak Linda di Bintaro, Tangerang Selatan. Ini adalah respon saya kedua setelah lagi-lagi tertegun dengan ekspresi tulisannya yang manis-menggelitik-menghujam.
Namun karena seorang Linda Djalil yang saya kenal sangat manis hati dan lembut bahasa, maka saya santai saja membaca respon tulisannya di kompasiana.com tulisan dari seorang kompasianer yang sejak dulu memang tidak pernah ramah terhadap tulisan kritik pada pemerintah sekarang.
Tulisan kompasiner  tersebut  di sini. Kompasiana memang awalnya ditujukan sebagai rumah sehat jurnalistik masyarakat/citizen journalism.
Namun dalam perkembangannya dipakai sebagai alat/tool/instrument dari kader-kader 2 (dua) partai besar terntentu didalam memasarkan dirinya bagi kepentingan Pilkada/Pemilukada daerah tertentu. Sehingga kebercenderungan  tidak netral adanya!
Bahkan admin tertentu  sangat 'tipis kupingnya' alias anti kritik dari anggota kompasianers lainnya. Kesannya seperti itu.  Lalu benarkah demikian  kesan banyak orang di luaran itu?
Terkait dengan blog pribadi saya dengan alamat di blogdetik.com, adalah ekspresi pribadi yang tidak senang ada aurat perempuan-maaf payudara Vina Panduwinata-yang menempel erat dalam posisi/kondisi 3/4 telanjang pada dada suami saya Ikang Fawzi.
Adalah hak seorang istri untuk menyatakan keberatannya. Setelah saya utarakan langsung kepada Vina, yang bersangkutan merasa keberatan dengan menyatakan itu adalah hak dia untuk berpakaian seperti apapun.
Saya katakan kembali pada yang bersangkutan bahwa silahkan, saya tidak melarang dan tidak kebertaan ,asalkan: "jangan lakukan lagi kepada Ikang Fawzi suami saya!", demikian jawabku kemarin dulu itu.