Mohon tunggu...
M Aris Munandar
M Aris Munandar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Dosen

Ubi Societas Ibi Ius (Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sebuah Novel untuk Seorang Novel

14 Juni 2020   13:29 Diperbarui: 14 Juni 2020   14:18 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artinya, JPU memiliki opsi menuntut si pelaku dengan tuntutan di atas 1 (satu) tahun. Karena sangat disayangkan kasus sebesar ini Jaksa hanya menuntut pelaku dengan penjara yang sangat singkat.

Alasan yang digunakan JPU juga terbilang pragmatis, sebab pada prinsipnya seorang Jaksa dalam menuntut haruslah berdasarkan pertimbangan kekuatan alat bukti. Tapi dalam kasus ini, terlihat bahwa JPU berusaha bermain kata layaknya sebuah buku novel yang sangat menggugah untuk dibaca namun tidak mempunyai formalitas yang jelas.

Berbicara penilaian JPU dalam suatu perkara, telah dijelaskan oleh P.M. Trapman seorang ahli hukum dari Belanda. Bahwa JPU, dikatakannya: "Een subjectieve beoordeling van een objectieve positie" (sebuah penilaian subjektif dari sebuah posisi objektif).

Artinya, Jaksa adalah wakil negara untuk menegakkan hukum dan keadilan yang harus memberikan pertimbangan subjektif dengan mengedepankan nilai-nilai kepastian hukum. Jaksa harus independen dan tidak boleh berpihak pada kepentingan tertentu selain kepentingan ketertiban masyarakat.

Tentunya, kejadian ini akan menimbulkan degradasi kepercayaan pada penegak hukum khususnya Jaksa. Alasan sederhananya karena tuntutannya memang sangat ringan dan tidak rasional. Dibandingkan ganjaran yang harus dialami oleh seorang Novel yang kehilangan satu bola matanya secara permanen.

Selain itu, pertimbangan mengenai permohonan maaf atau hal yang lainnya itu sudah menjadi tugas Majelis Hakim saat memutuskan. Sekali lagi perlu ditegaskan, bahka JPU harus berucap berdasarkan kekuatan alat bukti. Bahkan yang sangat fatal adalah JPU tidak membicarakan mengenai bukti yang ada. Semata-mata menjelaskan keterangan terdakwa. Seakan JPU adalah pengacara terdakwa.

Pada intinya, keadilan dan kemanusiaan adalah dua hal yang perlu diperjuangkan. Hal ini karena hukum telah menjaminnya. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".

Dari ketentuan dalam konstitusi terlihat jelas bahwa negara bertanggung jawab atas perlindungan terhadap warga negaranya. Jika negara lalai dalam melindungi warganya, atau tidak memberikan jaminan keamanan maka Pemerintah negara tersebut dianggap gagal dalam menjalankan amanat konstitusi.

Terlebih lagi yang berkenaan dengan keadilan serta perlakuan yang sama di muka hukum (equality before the law). Keadilan harus tetap ditegakkan, karena keadilan adalah to render to each man what is his due (memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya).     

Oleh:
M. Aris Munandar, SH.
(Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum/Kepidanaan Pascasarjana Universitas Hasanuddin dan Pegiat Hak Asasi Manusia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun