Apabila melihat situasi dan kondisi di atas, maka sudah sepantasnya Pemerintah mengambil langkah yang lebih progresif dan efektif. Namun nampaknya keinginan masyarakat agar Pemerintah segera melakukan lockdown harus pupus di tengah jalan. Sebab baru-baru ini Pemerintah yang diwakili oleh Presiden Joko Widodo melakukan pelonggaran PSBB dengan mulai membuka mal-mal. Seperti yang dilansir detik.com bahwa pada hari Selasa 26 Mei 2020 mengunjungi mal di Bekasi dalam rangka mengecek persiapan "New Normal".
Hal tersebut bersesuaian dengan pernyataan dari Kabag Humas Pemerintah Kota Bekasi bahwa Presiden Joko Widodo mengunjungi Kota Bekasi dalam rangka persiapan penerapan prosedur new normal setelah PSBB berakhir (Sumber: https://news.detik.com/).
Sebelumnya, Presiden Jokow Widodo dalam pidatonya pada 15 Mei 2020 memang telah menyinggung soal new normal. Presiden mengatakan bahwa kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah tersebut, itulah yang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru (Sumber: https://nasional.tempo.co/). Sebenarnya tindakan tersebut menurut hemat penulis justru akan menghasilkan pro kontra di masyarakat. Sebab, hingga detik ini kita masih merasakan dampak pandemi Covid-19 justru Presiden akan melakukan persiapan new normal dengan pertimbangan ekonomi.
New normal merupakan konsep yang ditawarkan oleh WHO dengan beberapa kriteria dan syarat yang harus terlebih dahulu dipenuhi. Menurut Dr. Hans Henri P. Kluge (Direktur Regional WHO untuk Eropa) memberikan panduan untuk negara-negara Eropa yang hendak menerapkan new normal.
Sebelum menerapkan new normal, Henri menuturkan ada yang harus dipastikan terlebih dahulu yaitu: a) terbukti bahwa transmisi Covid-19 telah dikendalikan, b) kesehatan masyarakat dan kepastian sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji melacak kontak dan mengarantina, c) mengurangi risiko wabah dengan pengaturan ketata terhadap tempat yang memiliki kerentanana tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental dan permukiman padat, d) pencegahan di tempat kerja ditetapkan, seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, etiket penerapan pernapasan, e) risiko penyebaran imported case dapat dikendalikan, dan f) masyarakat ikut berperan dan terlibat dalam transisi (Sumber: https://grafis.tempo.co/).
Jika melihat syarat new normal  di atas, maka Indonesia sebagai negara yang terpapar Covid-19 belum memenuhi ketentuan tersebut. Pada poin pertama mengenai transmisi Covid-19 terkendali justru belum terlihat sama sekali. Hal ini karena kasus yang terjadi setiap harinya masih saja mengalami peningkatan jika memerhatikan data-data yang ada. Seharusnya sebelum membicarakan konsep new normal, Presiden Joko Widodo terlebih dahulu merenung dan mereflieksikan keadaan hari ini sebagai ancaman bagi manusia Indonesia.
Kita memang mendambakan kehidupan normal seperti dahulu dan keadaan ekonomi yang stabil. Akan tetapi jangan melupakan HAM. Rakyat sudah banyak mengeluarkan opini bahkan berteriak diberbagai media sosial agar segera melakukan lockdown karena pandemi ini berpotensi hanya bisa dikendalikan bila lockdown diterapkan. Justru dengan adanya isu new normal tersebut semakin memberikan tanda jelas bahwa negara seakan lepas tangan dengan jaminan kebutuhan sosial saat lockdown berlaku.
Padahal sesuai dengan UU Kekarantinaan Kesehatan sangat jelas bahwa karantina wilayah bisa diambil sebagai langkah merespon kedaruratan kesehatan. Kebijakan karantina wilayah juga akan membantu Pemerintah dalam mencapai pemenuhan kepentingan publik. Sebagaimana asas solus populi suprema lex esto (kesehatan masyarakat di atas segala-galanya termasuk di atas undang-undang).
Berbicara kesehatan masyarakat memang sangat pelik. Terlebih lagi ketika pandemi terjadi. Tetapi hal itu tidak boleh menjadi alasan sehingga HAM masyarakat tidak dipenuhi. Kendati kebijakan PSBB telah diambil, tapi fakta yang terjadi kasus Covid-19 masih saja mengalami peningkatan. Mengapa lockdown sangat enggan dijadikan sebagai langkah kebijakan penanganan Covid-19 oleh Pemerintah? Tentu hal itu menjadi pertanyaan besar bagi bangsa ini. Namun, kita hanya bisa berharap semoga keadilan kesehatan senantiasa dipraktikkan oleh para penguasa. Keadilan yang dimaksud adalah memberikan jaminan kesehatan yang memadai dan mengambil kebijakan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Kekuasaan yang dimiliki oleh Pemerintah dalam mengambil kebijakan harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Covid-19 hanya bisa di atasi jika ada komitmen antara Pemerintah dan rakyat sebagai pelaku utama dalam dinamika pandemi ini. Oleh karena itu, penanganan Covid-19 adalah tanggung jawab bersama bukan hanya Pemerintah melainkan juga rakyat. Keadilan HAM hanya bisa dicapai apabila sinergitas antara aspirasi rakyat dan kebijakan Pemerintah bisa saling bertautan satu sama lain. Sebab keadilan adalah to render to each man what is his due (memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya). Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H