Mohon tunggu...
M Aris Munandar
M Aris Munandar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Dosen

Ubi Societas Ibi Ius (Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Indonesia: Lockdown, Please!

27 Mei 2020   15:07 Diperbarui: 27 Mei 2020   15:47 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 9 ayat (4) UU HAM bahwa "Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat".  Perlu kita ketahui juga, konsep HAM pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) kelompok. D. F. Scheltens dalam bukunya yang berjudul "Mensenrechten" menjelaskan kedua hak tersebut. Menurut Scheltens, hak asasi yang berasal dari terjemahan Mensenrechten, ialah hak yang diperoleh seseorang karena dia manusia dan bersifat universal.

Selain itu, hak ini bersumber dari Tuhan di mana manusia sebagai makhluk yang beragama, sehingga hak ini juga mempunyai sifat yang negatif atau negara tidak dapat ikut campur secara komprehensif dalam menyukseskan pelaksanaan hak tersebut atau istilah populernya non-derogable rights (hak yang tidak dapat dikurangi). Contohnya adalah hak hidup dan hak kodrati lainnya. Sedangkan hak dasar yang berasal dari terjemahan Grondrechten, ialah hak yang diperoleh seseorang karena menjadi warga negara dari satu negara, dengan demikian hak ini dikatakan sebagai hak yang bersifat positif di mana negara dapat ikut campur secara penuh dalam pemenuhan hak tersebut atau derogable rights (hak yang dapat dikurangi/ditangguhkan).

Adapun bentuknya yaitu seperti hak ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, pertahanan, dan keamanan, serta hak-hak lainnya yang bersifat mendasar atau bersumber dari negara. Itulah yang perlu menjadi dasar pertimbangan kebijakan oleh Pemerintah dalam menangani pandemi yang terjadi hari ini. 

Jika merujuk pada ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya hak atas kesehatan merupakan mutlak diperjuangkan oleh Pemerintah. Apatah lagi kesehatan menjadi salah satu aspek yang diperjuangkan oleh para pejuang HAM di dunia ini khususnya di Indonesia. Pemerintah boleh mengambil kebijakan yang sifatnya proporsional dan tentunya rasional dengan konsep HAM. Apabila suatu hari penguasa melanggar HAM maka patut diberikan kritik ataupun saran agar menyesuaikan dengan konsep yang ada. 

Hari ini kita diperhadapkan dilematika pandemi Covid-19. Menurut data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan hingga 26 Mei 2020,  dari 216 negara terkonfirmasi 5.370.375 kasus, dan meninggal sebanyak 344.454 orang. Sedangkan menurut data Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memperlihatkan kasus positif  di Indonesia sebanyak 23.165 orang, sembuh 5.877 orang dan meninggal sebanyak 1.418 orang (Sumber: https://covid19.go.id/). Jika melihat data tersebut memang terlihat sangat miris bahkan tragis. Sebab, dari awal pandemi Covid-19 merebak di Indonesia terlihat labilitas kebijakan Pemerintah dalam menerbitkan kebijakan.

Bisa dilihat dalam beberapa pemberitaan. Pemerintah awalnya mengatakan akan melakukan karantina wilayah (lockdown) kemudian diralat menjadi social distancing (pembatasan jarak sosial), lalu physical distancing (pembatasan jarak fisik), hingga pada akhirnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlaku berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Beberapa kebijakan tersebut diterima dengan senang hati oleh rakyat Indonesia. Sebab otoritas tertinggi di negara ini untuk mengambil kebijakan memang berada dalam genggaman penguasa. Tetapi meskipun demikian, hak-hak masyarakat harus juga diperhatikan khususnya ketika meminta Pemerintah untuk segera melakukan lockdown. 

Rakyat Indonesia memang hingga detik ini masih merasakan dilematis. Pasalnya, Pemerintah tak kunjung juga melakukan karantina wilayah atau lockdown. Padahal jika merujuk pada data yang ada, sudah sangat pantaslah negara ini menerapkan lockdown. Berkaca pada negara Malaysia yang telah menerapkan lockdown selama sebulan. Kebijakan lockdown tersebut diambil oleh Pemerintah Malaysia ketika kasus Covid-19 di Malaysia mencapai angka 533 yang kala itu menjadi negara dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara (Sumber: https://dunia.tempo.co/).

Bila melihat fakta tersebut maka jelas miris negara ini. Malaysia yang kasusnya pada saat itu masih ratusan justru memilih lockdown agar menekan penyebaran Covid-19. Sedangkan Indonesia yang hari ini kasusnya telah mencapai ribuan masih saja menerapkan PSBB, bahkan Pemerintah telah merencanakan akan mengambil kebijakan pelonggaran PSBB tersebut.

Pemahaman tentang karantina wilayah atau lockdown  yang diterapkan oleh berbagai negara memang berbeda-beda. Akan tetapi, pada prinsipnya lockdown adalah menutup akses transportasi antar wilayah serta menjamin kebutuhan pokok masyarakat selama lockdown berlaku. Sebab karantina wilayah adalah wujud dari respon terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat.

Sebagaimana dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bahwa  "Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat." Sederhananya adalah Pemerintah memiliki tanggung jawab normatif dalam merespon pandemi yang ada. Apatah lagi Pemerintah telah menerbitkan sebuah keputusan tentang terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat di Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang kemudian disusul Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Sehingga secara sederhana terdapat dua keadaan yang terjadi pada hari ini yaitu kedaruratan kesehatan dan bencana nonalam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun