Mohon tunggu...
Marisa Latifa
Marisa Latifa Mohon Tunggu... Pustakawan - Research Librarian I Konsultan HR

Co-Founder of Komunitas Jendela (www.komunitasjendela.org) dan Akar Wangi Indonesia (akarwangiindonesia.org)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belajar Penerapan Ekonomi Hijau dari Banyuwangi Rebound

12 Juni 2023   08:22 Diperbarui: 12 Juni 2023   08:32 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banjir menggenangi 91 hektar sawah di Purbalingga, Selasa (15/3/2022). Berdasarkan informasi yang diterima dari Dinas Pertanian Purbalingga, banjir tersebut menggenangi area persawahan di dua titik lokasi. Lokasi pertama ada di Desa Penolih, Kecamatan Kaligondang. Di tempat ini, ada sekitar 64 hektare lahan sawah tanaman padi baru berumur 1 bulan yang terendam banjir. Lokasi kedua di Desa Gambarsari, Kecamatan Kemangkon. Ada sekitar 27 hektare sawah yang juga tergenang air. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga Mukodam mengatakan, banjir ini membuat petani merugi. Terutama, petani pemilik sawah di Kecamatan Kemangkon. (Permata Putra Sejati, 2022. Tribun Banyumas)

Sejak tahun 2008, bencana banjir telah banyak terjadi di wilayah Indonesia. Dekade Penuh Bencana di Indonesia terjadi dimulai sejak tahun 2010 dan semakin meningkat hingga 2021. Bencana alam yang terjadi merata di Indonesia ini merupakan dampak dari perubahan iklim yang berasal dari kenaikan suhu bumi. Akibatnya, perubahan iklim ini mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia secara global. Kasus banjir di Purbalingga yang merusak area sawah merupakan salah satu contoh dari beragam dampak perubahan iklim yang secara nyata mengancam kehidupan manusia karena menimbulkan krisis pangan, air, energi dan lingkungan, dalam hal ini dampak krusialnya adalah berpengaruh pada penyediaan komoditas pangan pokok masyarakat berupa padi.

Perubahan iklim memberikan dampak dan resiko terbesar ekonomi global2. Hasil riset dari Swiss Re Institute (2021) menunjukan bawah wilayah Asia akan terdampak perubahan iklim dengan 5 negara terdampak paling buruk adalah Indonesia, India, Fillipina, Venezuela dan Thailand (Lihat Tabel 1. Daftar Negara Terdampak Perubahan Iklim di Dunia). Dampak perubahan iklim ini semakin buruk terjadi mengingat negara-negara berkembang tadi kekurangan sumber daya dan kemampuan keuangan yang kurang dalam mengantisipasi perubahan iklim yang terjadi. Patrick Saner sebagai Kepala Strategi Makro Swiss Re Institute menyebutkan bahwa perubahan iklim lebih memberikan dampak parah daripada pertimbangan kebijakan politis, fiskal dan bank sentral dibidang ekonomi. Menurut UN Office for Disaster Risk Reduction menunjukan pula bahwa dalam 20 tahun terakhir terdapat 7348 kejadian bencana alam besar sejak 2000-2019.

Dampak perubahan iklim secara global pada ekonomi di setiap negara adalah pada pertumbuhan ekonomi di negara tersebut atau Produk Domestik Bruto (PDB). Dari Tabel 1. Daftar Negara Terdampak Perubahan Iklim Dunia di atas, Indonesia menduduki peringkat ke 44 PDB-nya terdampak dari 48 negara yang dikaji oleh Swiss Re Institute, dengan Indeks Iklim Ekonomi terdampak sebesar 39,2. Dampak perubahan iklim pada lahan pertanian (pangan) akibat musim hujan dan musim kemarau telah terlihat nyata di beberapa tempat di Indonesia sejak 2008 lalu. Selain itu, Swiss Re Institute menyebutkan perubahan iklim dengan kenaikan suhu Bumi ini di Indonesia akan mempengaruhi sektor pariwisata yang menjadi salah satu sumber devisa negara kepulauan terbesar di dunia ini. Namun, sayangnya Pemerintah Indonesia menganggap bahwa persoalan ini merupakan anomali cuaca bukan dampak dari perubahan iklim. Komitmen Pemerintahan Indonesia pun dipertanyakan dengan tidak adanya peta jalan atau blue print ekonomi hijau.

Realitasnya, sebelum terdampak dari perubahan iklim, selama kurun waktu 1981 hingga 2005, penurunan kualitas lingkungan dalam 50 tahun terakhir dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia dengan PDB naik lebih dari 100% namun ekosistem dunia rusak dan tidak digunakan secara berkelanjutan lebih dari 60%. Hal ini memperparah usaha masyarakat dunia untuk memulihkan bumi. Bumi tidak hanya sudah terekploitasi oleh ekonomi konvensional dunia dan kehilangan fungsinya untuk melindungi manusia dan mahluk hidup lainnya, belum pulih dari eksploitasi ekonomi Bumi harus menghadapi efek dari perubahan iklim.

Menurut Juda Agung, Ph.D, Asisten Gubernur Bank Indonesia, menyatakan bahwa kebijakan makroprudensial memiliki keterkaitan dengan perubahan iklim. Dampak dari kenaikan suhu bumi adalah adanya risiko fisik dan risiko transisi yang berimplikasi pada stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan. Hal ini berujung pula pada gangguan produksi mengingat adanya banjir, gelombang tinggi, badai, dan kekeringan, yang tentunya ujung dampak akhirnya adalah inflasi.

Green Economy, Solusi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dan Pemulihan Ekosistem Bumi Indonesia dari Dampak Perubahan Iklim

Sejak    tahun   1970,   Pemerintah    Indonesia   telah    menerapkan   pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud disini adalah pembangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan saat ini namun tidak mengorbankan kebutuhan dari generasi yang akan mendatang.       Namun, kenyataannya pembangunan ekonomi yang diterapkan di Indonesia merupakan pembangunan yang cenderung ekstratif dan berjangka pendek dengan indikator pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini Produk Domestik Regional Bruto (PDB/PDRB) dan tingkat inflasi, yang tidak diiringi informasi tentang nilai susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusaknmya serta tercemarnya lingkungan (degradasi)8. Persoalan dampak perubahan iklim pada sektor ekonomi memunculkan konsep ekonomi hijau atau green economy sebagai suatu solusi untuk masa depan Bumi dan ekonomi dunia, khususnya bagi masyarakat Indonesia yang merupakan negara megadiversity ke-4 di dunia.

Ekonomi hijau sendiri merupakan konsep penghijauan ekonomi yang dicanangkan oleh Program PBB untuk Lingkungan (UNEP) pada tahun 2009, yang didefinisikan sebagai proses untuk merekonfigurasi ulang bisnis dan insfratuktur dikembalikan dengan lebih baik ke alam, manusia dan investasi ekonomi kapital, dan disaat yang sama mengurangi emisi gas rumah kaca, mengeluarkan dan menggunakan sedikit sumber daya alam, menciptakan sedikit sampah dan mengurangi dampak dari disparitas. Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa ekonomi hijau memiliki 3 komponen inti berkelanjutan (alam, manusia dan investasi ekonomi kapital) yang mengikuti 4 aturan dasar, yakni:

  • pengurangan emisi gas rumah kaca
  • penggunaaan secukupnya sumber daya alam
  • menghasilkan sedikit sampah organik dan non-organik dari aktivitas ekonomi yang ada
  • pengurangan dampak disparitas antar daerah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun