Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah salah satu mahasiswi semester akhir. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra yang memiliki nilai moral tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Horor Cerpen: Teror di Balik Pintu Tertutup

7 Oktober 2024   16:01 Diperbarui: 7 Oktober 2024   16:08 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

"Lihat, kosong," kata Andi dengan nada puas, "Hanya debu dan sarang laba-laba."

Namun, baru saja Andi mengucapkan itu, suara aneh terdengar dari lantai atas. Suara derap kaki yang pelan namun jelas, seolah-olah ada seseorang---atau sesuatu---yang sedang berjalan di atas sana.

Mereka semua terdiam. Dina menggenggam erat lengan Bayu, tubuhnya gemetar. "K-kalian dengar itu, kan?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Tentu saja kita dengar," jawab Bayu, berusaha tetap tenang, meski wajahnya tampak tegang.

Andi menelan ludah, sedikit terkejut, tapi dia tidak mau terlihat takut. "Mungkin itu hanya suara tikus. Rumah tua seperti ini pasti penuh dengan hewan pengerat."

Namun, suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras, lebih jelas. Derap kaki itu berjalan perlahan, tetapi pasti. Seperti seseorang yang sedang menuruni tangga di ujung koridor.

"A-aku rasa kita harus keluar sekarang," kata Tio dengan suara serak. Jantungnya berdebar kencang. Dia merasakan sesuatu yang tidak beres sejak mereka memasuki rumah itu.

Tapi Andi tetap keras kepala. "Tidak, kita harus lihat siapa atau apa yang membuat suara itu. Kalau kita keluar sekarang, kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini."

Tanpa menunggu jawaban dari yang lain, Andi melangkah maju, menyusuri koridor gelap menuju tangga. Cahaya senternya berpendar lemah di dinding berlapis cat yang sudah mengelupas. Dengan hati-hati, dia mulai menaiki tangga kayu yang berderit di setiap langkahnya.

Yang lain mengikuti di belakang, meskipun rasa takut mulai menguasai mereka. Dina terus berbisik agar mereka berhenti, tapi tak ada yang mendengarkannya. Faris berjalan paling belakang, sesekali menoleh ke arah pintu depan, berharap mereka bisa segera keluar dari tempat ini.

Saat mereka mencapai lantai atas, suasana semakin mencekam. Cahaya senter mereka hanya menerangi sebagian kecil ruangan di depan, sementara bayangan-bayangan gelap menyelimuti sisa ruangan. Di ujung lorong, sebuah pintu kayu tua tampak sedikit terbuka. Dari celah pintu itu, angin dingin bertiup keluar, membawa aroma busuk yang menusuk hidung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun