Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah salah satu mahasiswa semester 6. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Bayang-Bayang di Balik Jendela

5 Oktober 2024   19:49 Diperbarui: 5 Oktober 2024   21:31 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu, angin bertiup lembut di Kota Seribu Bintang. Riko, seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun, duduk di tepi jendela kamar kosnya yang sempit. Ia menatap bulan purnama yang bersinar cerah, mengingat kembali masa-masa kecilnya yang penuh warna. Di luar, suara riuh kendaraan berlalu-lalang, tetapi dalam pikirannya, hanya ada satu suara---suara ibu.

"Ibu, aku rindu," bisiknya pelan. Tiga tahun sudah ia ditinggalkan oleh wanita yang mengajarinya tentang arti cinta dan perjuangan. Riko tidak pernah bisa melupakan senyum hangat ibunya, yang selalu mampu membuat segalanya terasa lebih baik.

Sejak kepergian ibunya, Riko merasa hidupnya hampa. Ia bekerja di sebuah toko buku kecil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi hatinya tak pernah sepenuhnya ada di sana. Setiap malam, ia akan duduk di jendela, menatap bulan dan bintang, berharap dapat merasakan kehadiran ibunya di sampingnya.

Pagi harinya, Riko pergi ke toko buku seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Di sudut toko, sebuah buku tua menarik perhatiannya. Sampulnya yang lusuh dan tulisan yang samar membuat Riko merasa penasaran. Ia mengambil buku itu dan membacanya. Judulnya, "Jejak Kenangan".

Buku itu bercerita tentang seorang pemuda yang melakukan perjalanan untuk menemukan arti kehidupan setelah kehilangan orang terkasih. Setiap halaman yang dibaca seolah menggambarkan kehidupannya sendiri. Ia merasa terhubung dengan tokoh utama dalam cerita itu, yang juga merindukan sosok ibunya.

Ketika ia sampai di halaman terakhir, ada catatan di bagian belakang buku yang membuatnya terkejut. "Jika kau ingin menemukan dirimu yang hilang, temukan kembali kenangan yang kau simpan. Kadang, jawabannya ada di tempat yang tak terduga." Riko tertegun. Pesan itu terasa seperti panggilan untuk memulai perjalanan baru.

Malam itu, Riko memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat yang pernah ia kunjungi bersama ibunya. Ia ingat betul taman kecil di pinggir kota tempat mereka biasa bermain. Taman itu selalu dipenuhi dengan suara tawa dan kicauan burung. Riko berharap bisa menemukan kembali sedikit kebahagiaan di sana.

Sesampainya di taman, ia melihat pohon besar yang dulunya sering ia panjat bersama ibunya. Dengan hati berdebar, ia mendekatinya dan menyentuh batang pohon yang kasar. Kenangan-kenangan indah kembali menghampirinya. Ia teringat saat ibunya mengajarinya untuk memanjat pohon dan merasakan angin di wajahnya.

"Riko, ingat, tak ada yang lebih menyenangkan selain merasakan kebebasan," suara ibu itu terngiang di telinganya. Air mata mengalir di pipinya, tetapi kali ini bukan karena kesedihan. Ia merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya.

Setelah beberapa saat merenung, Riko memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Ia melangkah menuju pasar malam yang selalu ramai. Di sana, aroma makanan dan suara tawa anak-anak membangkitkan semangatnya. Ia teringat bagaimana ibunya selalu membelikannya jajanan favoritnya setiap kali mereka pergi ke pasar malam.

Di tengah keramaian, Riko melihat seorang penjual layang-layang tua. Layang-layang berwarna-warni itu mengingatkannya pada masa kecilnya, saat ia dan ibunya terbang layang-layang di tepi pantai. Tanpa ragu, ia mendekati penjual itu dan membeli satu layang-layang.

Setelah mendapatkan layang-layang, Riko berjalan ke pinggir pantai. Malam itu angin berhembus kencang, membuat hatinya bergetar. Ia mulai menerbangkan layang-layang itu, dan seolah-olah ia bisa merasakan kehadiran ibunya di sampingnya.

"Terbanglah, Riko. Jangan pernah takut untuk mencapai impianmu," ia membayangkan ibunya berkata. Layang-layang itu terbang tinggi, mengudara dengan bebas. Dalam sekejap, Riko merasa seolah-olah semua beban di hatinya menghilang.

Keesokan harinya, Riko kembali ke toko buku, dan merasakan semangat baru dalam hidupnya. Ia mulai membaca lebih banyak buku dan berbagi cerita dengan pengunjung. Ia menyadari bahwa hidupnya tidak boleh terpuruk dalam kesedihan. Ada banyak orang di luar sana yang juga merindukan orang-orang tercinta mereka, dan ia bisa membantu mereka dengan kisah-kisahnya.

Seiring berjalannya waktu, Riko mulai menulis. Ia menulis tentang pengalaman hidupnya, tentang cinta dan kehilangan, tentang harapan dan keberanian. Setiap kata yang ditulisnya mengingatkan akan ibunya, dan ia merasa lebih dekat dengannya.

Suatu malam, saat Riko sedang menulis di tepi jendela, ia mendengar ketukan pelan. Ia membuka jendela dan melihat seorang anak kecil berdiri di luar.

"Mas, bisa tolong saya?" tanya anak itu dengan suara lembut.

"Ada apa, Nak?" Riko bertanya dengan penuh perhatian.

"Saya kehilangan kucing saya. Sudah dua hari saya mencarinya. Bolehkah Mas membantu saya mencarinya?" anak itu terlihat sangat sedih.

Tanpa ragu, Riko mengangguk. "Tentu, kita bisa mencarinya bersama-sama."

Mereka berdua berjalan menyusuri jalanan, memanggil nama kucing anak itu. Dalam perjalanan itu, Riko merasa seperti sedang menghidupkan kembali kenangan indah saat ia mencari barang-barang yang hilang bersama ibunya. Ia tersenyum, merasakan kehangatan di dalam hatinya.

Setelah berjam-jam mencari, mereka akhirnya menemukan kucing tersebut di bawah sebuah mobil. Anak itu berlari menghampiri kucingnya dengan penuh kegembiraan.

"Terima kasih, Mas! Kamu baik sekali!" seru anak itu dengan senyuman lebar.

Melihat kebahagiaan di wajah anak itu membuat Riko merasa terharu. Ia menyadari bahwa membantu orang lain juga bisa menjadi cara untuk mengingat dan menghargai orang-orang yang kita cintai.

Hari demi hari, Riko semakin aktif di komunitasnya. Ia mulai mengorganisir acara baca puisi di toko buku, mengundang anak-anak untuk menceritakan kisah-kisah mereka. Setiap kali ia berbicara, ia selalu mengingatkan mereka untuk tidak melupakan kenangan indah bersama orang-orang terkasih.

Satu tahun berlalu, Riko telah berubah menjadi sosok yang lebih kuat. Ia sering berbagi cerita di media sosial tentang perjalanan hidupnya, dan banyak orang yang terinspirasi oleh kisahnya. Riko menemukan bahwa meskipun kehilangan adalah bagian dari hidup, cinta yang ditinggalkan akan selalu ada dalam kenangan.

Suatu malam, saat ia menulis di jendela, Riko melihat bulan purnama bersinar terang. Ia tersenyum, merasakan kehadiran ibunya. "Ibu, aku telah menemukan jalanku. Aku akan terus mengenangmu dan menyebarkan kasih sayangmu kepada orang lain," ucapnya penuh haru.

Dari jendela, bayang-bayang ibunya terlihat jelas. Riko tahu bahwa meskipun ibunya telah pergi, cintanya akan selalu ada dalam hidupnya, dan kini ia siap untuk meneruskan warisan itu kepada dunia.

Sumbawa, 05 Oktober 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun