Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah salah satu mahasiswi semester akhir. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra yang memiliki nilai moral tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tentang Kenangan Lama yang Terbengkalai

8 September 2024   05:14 Diperbarui: 8 September 2024   05:47 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja di desa Ngampel selalu menghadirkan keindahan yang menenangkan. Langit berwarna oranye keemasan menyatu dengan hijaunya sawah yang membentang. Di tengah suasana tenang ini, seorang pria muda turun dari kendaraan yang baru saja membawanya ke desa tersebut. Namanya adalah Fadil, seorang pengembara yang telah lama meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di kota besar.

Fadil kembali ke desa setelah menerima kabar bahwa ayahnya, Pak Rudi, sedang sakit keras. Selama bertahun-tahun, hubungan mereka jarang terjalin dengan baik, terutama setelah Fadil pergi meninggalkan desa. Kembalinya Fadil bukan hanya karena situasi darurat, tetapi juga untuk menghadapi dan menyelesaikan hubungan yang lama terbengkalai.

Ketika Fadil melangkah ke rumah sederhana yang sudah lama tak ditempatinya, ia merasakan campuran emosi---kerinduan, penyesalan, dan kekhawatiran. Rumah itu tampak seperti masa lalu yang membeku dalam waktu, dengan dinding yang pudar dan halaman yang penuh dengan tanaman liar. Dia mengetuk pintu dan disambut oleh ibunya, Ibu Siti, yang terlihat lebih tua dan lelah daripada yang terakhir kali ia lihat.

"Ibu," kata Fadil dengan suara lembut, "aku pulang."

Ibu Siti memeluk Fadil erat-erat. "Anakku, kami sangat merindukanmu. Ayahmu... dia sangat menunggumu."

Fadil mengangguk dan mengikuti ibunya masuk ke dalam rumah. Di dalam kamar, Pak Rudi terbaring di tempat tidur dengan wajah yang memucat. Meski dalam keadaan sakit, dia masih tampak memiliki kehadiran yang kuat. Fadil duduk di samping ranjang ayahnya, merasa beban berat yang selama ini terpendam di hatinya seolah menghilang sedikit.

"Ayah," Fadil memulai, "maafkan aku karena sudah lama meninggalkanmu. Aku seharusnya lebih sering pulang."

Pak Rudi membuka matanya yang lelah dan tersenyum tipis. "Fadil, aku hanya ingin melihatmu bahagia. Itu sudah cukup."

Setelah beberapa hari merawat ayahnya, Fadil memutuskan untuk menjelajahi desa dan mencari tahu tentang perubahan yang telah terjadi selama ia pergi. Desa Ngampel dulunya adalah tempat yang penuh dengan kehidupan, tetapi kini terasa lebih sepi. Fadil melewati jalan-jalan yang sudah dikenalinya, melihat rumah-rumah yang mulai usang dan beberapa usaha lokal yang telah tutup.

Di tengah perjalanan, Fadil bertemu dengan salah satu teman lama, Budi, yang kini menjalankan sebuah warung kopi kecil di tepi jalan utama. Budi tampak terkejut melihat Fadil.

"Fadil! Lama tak bertemu!" seru Budi sambil berjabat tangan dengan Fadil. "Kamu kembali ke sini? Apa yang terjadi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun