Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah salah satu mahasiswa semester 6. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Horor: Rumah Mistis di Tepi Hutan

1 September 2024   20:40 Diperbarui: 1 September 2024   20:47 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Tangga kayu itu berderit di setiap langkahnya, menambah ketegangan di udara. Saat sampai di lantai atas, suara itu terhenti. Arya menyinari lorong dengan senter, mencoba melihat apa yang bisa memicu suara tadi. Semua pintu kamar tertutup rapat, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Arya menghela napas lega dan menganggap bahwa mungkin suara itu berasal dari kayu tua yang mulai lapuk.

Namun, saat Arya berbalik untuk kembali ke bawah, dia mendengar suara tawa pelan di belakangnya. Tubuhnya membeku, dan bulu kuduknya meremang. Tawa itu terdengar seperti suara anak kecil, lembut dan mengerikan di saat yang bersamaan.

Arya perlahan memutar tubuhnya, dan di ujung lorong, dia melihat bayangan seorang anak kecil. Anak itu berdiri di sana, menatap Arya dengan mata hitam legam. Wajahnya pucat, hampir transparan, dengan senyum yang membeku di wajahnya. Anak itu tidak bergerak, hanya berdiri di sana, menatap Arya dengan tatapan yang menembus jiwanya.

Arya tidak bisa bergerak. Dia ingin berteriak, tetapi suaranya tertahan di tenggorokannya. Detik-detik berlalu seperti jam, dan bayangan anak kecil itu perlahan-lahan memudar, menghilang ke dalam kegelapan. Setelah bayangan itu menghilang sepenuhnya, Arya akhirnya bisa menarik napas dan berlari ke bawah. Dia mengunci dirinya di kamar dan tidak keluar hingga pagi.

Keesokan paginya, Arya terbangun dengan perasaan was-was. Dia mencoba meyakinkan dirinya bahwa apa yang dia lihat malam sebelumnya hanyalah ilusi, efek dari kelelahan dan imajinasi yang terlalu aktif. Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres di rumah itu.

Hari-hari berikutnya, Arya mencoba untuk melanjutkan menulis, tetapi setiap kali malam tiba, perasaan aneh itu kembali. Dia mulai mendengar suara-suara dari dalam dinding, bisikan-bisikan yang terdengar samar, seolah-olah ada seseorang yang sedang berbicara di dekat telinganya. Suara-suara itu terus menghantuinya, bahkan ketika dia mencoba untuk tidur.

Malam ketiga, Arya terbangun oleh suara langkah kaki di luar kamarnya. Langkah-langkah itu terdengar semakin dekat, seolah-olah seseorang berjalan menuju pintu kamarnya. Arya mendengar suara kenop pintu yang berputar perlahan, dan dengan gemetar, dia menarik selimutnya lebih erat.

Pintu kamar terbuka perlahan, dan bayangan anak kecil itu muncul lagi. Kali ini, anak itu berdiri di ambang pintu, menatap Arya dengan tatapan kosongnya. "Main dengan aku," suara anak itu terdengar, begitu pelan namun jelas di telinga Arya.

Arya tidak bisa bergerak, tidak bisa berpikir. Ketakutan yang mencekam tubuhnya membuatnya benar-benar lumpuh. Bayangan anak itu kemudian berjalan mendekat, langkah-langkahnya nyaris tidak terdengar. Arya bisa merasakan suhu ruangan turun drastis saat anak itu mendekat.

Anak itu berhenti di tepi tempat tidur Arya dan menyodorkan tangannya yang kecil dan pucat. "Main dengan aku," katanya lagi, dengan nada suara yang terdengar seperti permohonan.

Arya menatap tangan kecil itu, tetapi dia tidak bisa mengulurkan tangannya. Jiwanya berteriak untuk lari, tetapi tubuhnya tidak menurut. Anak itu tampak kecewa, dan wajahnya berubah menjadi lebih menyeramkan. Senyum yang tadinya lembut sekarang tampak penuh dengan kebencian. Mata hitamnya menatap Arya dengan intensitas yang menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun