Seolah Langit Paham Maksudku
Pagi ini, langit tampak kelabu, seolah mencerminkan perasaan di hatiku. Aku terbangun dengan perasaan berat, sebuah kekosongan yang tidak bisa kujelaskan. Tak ada semangat untuk memulai hari, bahkan secangkir kopi panas di tangan pun tak mampu mengusir dinginnya hati ini. Awan gelap yang menggantung rendah di atas sana seakan mengerti apa yang kurasakan.
Duduk di dekat jendela, aku menatap ke luar, mencoba mencari jawaban atas kegelisahan ini. Tapi yang kutemukan hanya refleksi diriku sendiri di kaca---seorang yang tampak baik-baik saja dari luar, tapi hancur di dalam. Aku mencoba menulis, biasanya menulis bisa mengusir perasaan ini. Namun, hari ini kata-kata terasa kosong, seakan kehilangan makna. Segalanya terasa begitu salah, dan aku tidak tahu harus berbuat apa.
Hari ini, langit masih kelabu. Tidak ada tanda-tanda bahwa matahari akan muncul. Awan-awan tebal terus menutupi setiap sudut langit, menciptakan suasana yang muram dan dingin. Aku berjalan keluar rumah, berharap udara segar bisa membantuku merasa lebih baik. Tapi yang kutemukan hanyalah keheningan yang menekan. Setiap langkah kaki terasa berat, dan dunia di sekitarku tampak jauh, seolah aku terasing dari semua itu.
Aku duduk di bangku taman, memandang dedaunan yang berguguran. Di atas sana, langit kelabu tetap diam, seakan sedang menunggu sesuatu. Aku mulai berpikir, mungkin bukan langit yang menungguku, tapi akulah yang menunggu langit memberikan sebuah tanda. Tanda bahwa semua ini akan berlalu, bahwa di balik semua kesedihan ini, ada kebahagiaan yang menunggu. Namun tanda itu tak kunjung datang, dan aku kembali ke rumah dengan perasaan hampa yang sama.
Langit akhirnya menangis hari ini. Hujan turun deras, seakan-akan langit tidak mampu lagi menahan beban kesedihan yang disimpannya. Aku berdiri di depan jendela, menyaksikan tetes demi tetes air jatuh ke bumi, membasahi segala yang ada. Rasanya, setiap tetes hujan membawa sebagian dari kesedihanku, membuat hatiku sedikit lebih ringan.
Ada sesuatu yang menenangkan dari suara hujan yang jatuh. Mungkin karena hujan mengingatkanku bahwa tidak apa-apa untuk menangis, untuk melepaskan segala beban yang ada di hati. Aku membuka jendela dan merasakan dinginnya angin dan air hujan yang menerpa wajahku. Sesaat, aku merasa seperti bagian dari langit, berbagi kesedihan yang sama, dan dalam kebersamaan itu, aku menemukan sedikit kedamaian.
Pagi ini, aku terbangun oleh sinar matahari yang masuk melalui celah tirai jendela. Untuk pertama kalinya setelah beberapa hari, langit tampak cerah. Awan-awan kelabu yang kemarin menutupi langit telah pergi, digantikan oleh langit biru yang membentang luas. Ada perasaan hangat yang tumbuh di dalam diriku, seakan sinar matahari itu langsung menyentuh hatiku yang beku.
Aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar taman, merasakan sinar matahari yang menyentuh kulitku. Langit biru di atas sana mengingatkanku bahwa badai tidak akan bertahan selamanya. Selalu ada saat di mana matahari akan kembali bersinar, memberikan kehangatan dan harapan. Hari ini, aku merasa lebih ringan, lebih damai. Aku tersenyum untuk pertama kalinya setelah sekian lama, merasa bahwa mungkin, segalanya akan baik-baik saja.
Hari ini aku merasa jauh lebih baik. Langit cerah di atas sana memberiku semangat untuk kembali menjalani hari dengan penuh energi. Setelah berhari-hari tenggelam dalam perasaan hampa dan gelisah, aku mulai melihat cahaya di ujung terowongan. Aku mulai menulis lagi, kali ini dengan lebih lancar, seakan setiap kata yang kutulis adalah jembatan yang menghubungkanku dengan dunia luar.
Aku pergi ke tempat kerja dan berusaha memberikan yang terbaik. Meskipun masih ada sisa-sisa kekosongan di dalam hati, aku merasa lebih mampu menghadapinya. Langit yang cerah seakan menjadi saksi dari usahaku untuk bangkit. Aku tahu ini adalah perjalanan panjang, tapi setidaknya, aku telah mengambil langkah pertama.