Ibu Siti menyelesaikan ceritanya dengan pandangan mata yang sayu. Arif terdiam, meresapi setiap kata yang diucapkan Ibu Siti.
"Itu cerita yang sangat menyentuh, Bu," kata Arif akhirnya, dengan suara yang lembut. "Apakah cerita itu benar-benar terjadi?"
Ibu Siti tersenyum tipis, tapi matanya tampak berkilau dengan air mata yang tertahan. "Setiap cerita memiliki kebenarannya sendiri, Nak. Mungkin tidak semua orang percaya, tetapi cinta yang tulus itu nyata, dan kadang, ia tidak membutuhkan akhir yang bahagia untuk menjadi indah."
Arif merenungkan kata-kata Ibu Siti. Ia tahu bahwa ada banyak hal dalam hidup yang tidak bisa dijelaskan dengan logika semata. Terkadang, yang paling penting adalah bagaimana kita merasakan dan menghargai cinta yang kita miliki, meskipun cinta itu tidak selalu sempurna.
Senja semakin redup, dan matahari pun tenggelam sepenuhnya di balik cakrawala. Arif berpamitan kepada Ibu Siti dan berjalan pulang dengan pikiran yang dipenuhi oleh cerita yang baru saja ia dengar.
Sementara itu, Ibu Siti tetap duduk di teras, memandangi langit yang kini mulai dipenuhi bintang-bintang. Di hatinya, ada sepotong kenangan yang terus hidup, kenangan akan cinta yang tak pernah pudar, meskipun waktu terus berjalan.
Dan di tengah keheningan malam, angin laut membawa bisikan lembut, seolah-olah mengulang kembali janji yang pernah diucapkan di tepi pantai bertahun-tahun yang lalu.
Sumbawa, 23 Agustus 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H