Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah salah satu mahasiswa semester 6. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bayangan di Bawah Langit Kelabu

20 Agustus 2024   05:23 Diperbarui: 20 Agustus 2024   06:23 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit sore itu kelabu, memancarkan kesan suram yang menyelimuti Desa Amerta. Angin dingin bertiup kencang, membawa bau tanah basah yang menguar di udara. Di tepi desa, sebuah rumah tua yang sudah lama kosong berdiri kokoh meski dinding-dindingnya mulai lapuk. Tak ada yang berani mendekat ke rumah itu, karena rumor yang beredar menyebutkan bahwa rumah tersebut berhantu.

Namun, sore itu, seorang pria misterius datang ke desa dengan membawa seikat kunci tua. Wajahnya tersembunyi di balik tudung jaket hitam yang dikenakannya. Tanpa banyak bicara, dia langsung menuju rumah tua itu. Penduduk desa yang melihatnya hanya bisa saling berbisik dan memandang heran, bertanya-tanya siapa pria itu dan apa tujuannya.

Pria itu memasukkan salah satu kunci ke dalam gembok besar yang menggantung di pintu rumah tua tersebut. Suara kunci yang berputar terdengar nyaring, menggema di sepanjang jalan desa yang sepi. Pintu tua itu terbuka dengan deritan keras, seolah enggan untuk dibuka setelah sekian lama terkunci.

Di dalam rumah, kegelapan dan keheningan menyambutnya. Pria itu melangkah masuk tanpa ragu, menutup pintu di belakangnya dengan suara pelan yang hampir tidak terdengar.

Di dalam rumah tua itu, pria tersebut berdiri di tengah ruang tamu yang dipenuhi oleh debu dan sarang laba-laba. Matanya mengamati sekeliling, melihat setiap sudut ruangan seolah mencari sesuatu. Dia berhenti di depan sebuah cermin besar yang tergantung di dinding. Cermin itu tampak aneh---meski berdebu, permukaannya memantulkan bayangan pria itu dengan sangat jelas.

Pria itu mendekati cermin dan menyentuh permukaannya dengan tangan gemetar. Seketika, wajahnya berubah pucat, seakan cermin itu memperlihatkan sesuatu yang tidak terlihat oleh orang lain. Tanpa peringatan, bayangan di dalam cermin mulai bergerak sendiri, terpisah dari gerakan pria itu.

Bayangan itu menatap balik pria tersebut dengan tatapan dingin. Suara samar mulai terdengar, seolah berasal dari dalam cermin. "Kamu kembali...," suara itu berbisik.

Pria itu mundur beberapa langkah, jantungnya berdegup kencang. Namun, dia menguatkan diri dan menjawab, "Ya, aku kembali. Untuk menuntaskan apa yang tertinggal."

Bayangan di dalam cermin itu tersenyum tipis, sebuah senyum yang membuat suasana di dalam rumah itu semakin mencekam. "Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan, bukan?"

Pria itu mengangguk perlahan. "Aku tahu, dan aku siap melakukannya. Untuk menebus kesalahan masa lalu."

Sementara itu, di luar rumah, seorang gadis desa bernama Sari memperhatikan dari kejauhan. Dia adalah satu-satunya yang merasa penasaran tentang pria misterius itu. Ketika melihatnya masuk ke rumah tua yang terkenal berhantu, Sari merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Mengabaikan rasa takutnya, dia memutuskan untuk mengintip dari jendela.

Dari celah tirai usang yang menutupi jendela, Sari bisa melihat pria itu berdiri di depan cermin besar. Namun, apa yang dilihatnya membuatnya merinding. Bayangan pria itu di dalam cermin bergerak sendiri, berbicara dengan pria itu seolah-olah hidup.

Sari menutup mulutnya agar tidak berteriak. Dia berusaha menjauh dari jendela, tetapi sesuatu di dalam dirinya membuatnya tetap diam di tempat. Dia merasa perlu mengetahui lebih banyak, meski bahaya jelas mengintai.

Di dalam rumah, pria itu kembali mendekati cermin. "Aku akan memulai ritualnya sekarang," ucapnya dengan suara tegas.

Bayangan di dalam cermin itu tertawa kecil. "Lakukanlah, tapi ingat, ini adalah jalan tanpa kembali. Begitu kamu mulai, tidak ada yang bisa menghentikannya."

Pria itu mengeluarkan sebuah buku tua dari tas yang dibawanya. Buku itu penuh dengan simbol-simbol aneh dan tulisan kuno yang tidak bisa dibaca oleh orang awam. Dia mulai melantunkan mantra dari buku itu, dan seketika suasana di dalam rumah berubah. Angin dingin bertiup kencang, membuat tirai-tirai bergetar hebat. Suara-suara aneh mulai terdengar, seolah-olah berasal dari seluruh penjuru rumah.

Sari yang mengintip dari luar semakin ketakutan. Dia tahu bahwa apa pun yang dilakukan pria itu, pasti akan membawa bencana.

Mantra yang dilantunkan pria itu membuat bayangan di dalam cermin semakin nyata. Bayangan itu keluar dari cermin, mengambil bentuk fisik yang menyeramkan. Dia adalah sosok tinggi dengan mata yang bersinar merah, mengenakan jubah hitam yang tampak seolah terbuat dari kegelapan itu sendiri.

Sosok itu berdiri di depan pria tersebut. "Kamu telah membebaskanku," katanya dengan suara yang berat dan menakutkan.

Pria itu mengangguk, meskipun tubuhnya bergetar. "Aku telah menebus kesalahanku. Sekarang, ambillah apa yang kau inginkan."

Sosok itu tersenyum, tetapi senyum itu dipenuhi oleh kebencian. "Aku akan mengambilnya, tapi ingatlah, harganya akan sangat mahal."

Tanpa peringatan, sosok itu melesat ke arah pria tersebut dan menelannya dalam kegelapan. Pria itu menjerit, tetapi suaranya segera hilang ditelan oleh kesunyian yang mencekam. Dalam sekejap, sosok bayangan dan pria itu menghilang, menyisakan hanya cermin besar yang retak di tengah ruangan.

Sari, yang melihat semuanya dari luar, merasa kakinya lemas. Dia berlari sejauh mungkin dari rumah tua itu, mencoba melupakan apa yang baru saja dilihatnya. Tapi saat dia sampai di desa, dia tahu bahwa apa yang terjadi di rumah itu tidak akan pernah bisa dia lupakan.

Keesokan harinya, penduduk desa menemukan rumah tua itu dalam kondisi rusak parah, dengan pintu terbuka lebar dan cermin besar di dalamnya retak. Tidak ada tanda-tanda pria misterius itu, seolah-olah dia lenyap begitu saja. Namun, satu hal yang aneh terjadi---bayangan gelap mulai menyebar dari rumah tua itu, menguasai setiap sudut desa dengan kecepatan yang mengerikan.

Desa yang sebelumnya damai kini diselimuti oleh kabut kelabu yang membawa hawa dingin dan ketakutan. Penduduk desa merasa ada sesuatu yang berubah, sesuatu yang mengancam dari dalam bayangan-bayangan gelap yang semakin tebal.

Sari, yang merasa bersalah karena tidak melakukan apa-apa saat melihat ritual itu, memutuskan untuk mencari cara untuk mengakhiri kegelapan yang menyelimuti desanya. Dia tahu bahwa jawabannya ada di dalam rumah tua itu, di balik cermin yang retak.

Dengan tekad yang bulat, Sari kembali ke rumah tua itu. Di dalam, cermin besar itu tampak seolah-olah menantangnya untuk mendekat. Sari merasakan ketakutan yang luar biasa, tetapi dia tahu bahwa jika dia tidak melakukan sesuatu, desanya akan hancur.

Dia mengulurkan tangan dan menyentuh cermin itu. Pada saat itu, sebuah kekuatan besar menariknya ke dalam cermin, membawa Sari ke dunia yang gelap dan penuh bayangan, tempat di mana kegelapan itu berasal.

Dan di sana, di tengah kegelapan itu, Sari berdiri, bersiap untuk menghadapi apa pun yang ada di balik bayangan-bayangan tersebut. Karena dia tahu, hanya keberanian yang bisa menyelamatkan desanya dari ancaman yang kini telah dilepaskan.

Sejak kejadian itu, Sari tidak lagi berani untuk bersembunyi dibalik bayangan yang membuatnya takut, sehingga hal tersebutlah yang menuntunnya ke arah yang lebih baik dan besar kedepan kehidupannya. 

Sumbawa, 20 Agustus 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun