Secangkir Kopi di Hari Minggu
Di sebuah kafe kecil di sudut jalan, setiap Minggu pagi, Dimas duduk di meja yang sama, menikmati secangkir kopi hitam sambil membaca buku favoritnya. Kafe ini adalah tempat pelariannya dari hiruk pikuk kota, tempat di mana ia merasa damai.
Pagi itu, hujan turun dengan lembut, menambah suasana sendu namun hangat di dalam kafe. Dimas sedang asyik membaca ketika seorang wanita muda masuk dengan tergesa-gesa. Ia tampak basah kuyup, mencari tempat duduk sambil mengibaskan payungnya yang penuh air. Melihat meja-meja lain sudah penuh, wanita itu mendekati Dimas.
"Maaf, boleh saya duduk di sini?" tanyanya sambil tersenyum canggung.
Dimas mengangguk dan tersenyum kembali. "Tentu saja, silakan."
Wanita itu duduk dan memesan secangkir teh hangat. Sambil menunggu pesanannya, ia mencoba mengeringkan rambutnya dengan tisu. Dimas kembali tenggelam dalam bacaannya, tapi sesekali melirik ke arah wanita itu, merasa ada sesuatu yang menarik dari dirinya.
"Apa yang sedang Anda baca?" tanya wanita itu tiba-tiba, mencoba memecah keheningan.
"Oh, ini buku tentang filsafat," jawab Dimas, menunjukkan sampul bukunya. "Judulnya 'The Art of Thinking Clearly'."
Wanita itu mengangguk dengan minat. "Kedengarannya menarik. Saya suka membaca buku-buku seperti itu juga."
Percakapan mereka pun mengalir dengan alami. Dimas mengetahui bahwa nama wanita itu adalah Aisha, seorang penulis lepas yang sedang mencari inspirasi untuk novel barunya. Aisha menceritakan betapa ia menyukai suasana kafe ini yang tenang dan nyaman, sangat cocok untuk menulis.
Hari itu, mereka berbicara panjang lebar tentang banyak hal: buku, musik, film, dan impian-impian mereka. Tanpa terasa, waktu berlalu begitu cepat. Hujan di luar telah reda dan matahari mulai mengintip dari balik awan.