Langit malam bagaikan kanvas hitam yang dihiasi taburan berlian. Angin bertiup semilir, menerbangkan dedaunan kering dan sesekali menimbulkan suara gesekan yang menyeramkan. Di sebuah desa terpencil, berdiri sebuah rumah tua yang kokoh namun terkesan angker. Catnya yang mengelupas dan jendela yang berdebu menambah kesan misterius pada bangunan tersebut.
Rini, seorang gadis berusia 17 tahun, baru saja pindah ke desa tersebut bersama neneknya. Orang tuanya telah meninggal dalam kecelakaan beberapa bulan lalu, dan neneknya, satu-satunya keluarga yang tersisa, memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya.
Rumah tua itu adalah warisan keluarga yang telah lama ditinggali. Nenek Rini berniat untuk merenovasinya dan menjadikannya tempat tinggal mereka. Sejak awal, Rini sudah merasakan aura yang aneh di rumah itu. Suasana terasa dingin dan sunyi, sesekali terdengar suara ketukan atau gesekan yang tidak diketahui asalnya.
Suatu malam, Rini terbangun karena suara tangisan pilu di luar kamarnya. Rasa penasaran membawanya keluar dari kamar, menyusuri lorong yang remang-remang. Suara tangisan semakin jelas terdengar, berasal dari ruang tamu.
Dengan langkah ragu-ragu, Rini membuka pintu ruang tamu. Di sana, dia melihat seorang gadis kecil berpakaian putih, duduk di pojokan ruangan dengan air mata yang mengalir di pipinya. Rini mendekatinya dengan hati-hati, ingin menenangkannya.
"Kenapa kamu menangis?" tanya Rini dengan suara lembut.
Gadis kecil itu menoleh ke arah Rini dengan tatapan kosong. Matanya yang hitam pekat memancarkan aura kesedihan yang mendalam. Dia tidak berbicara, hanya terus menangis tanpa henti.
Rini merasa semakin tidak nyaman. Dia ingin pergi, tapi entah kenapa kakinya terasa berat dan tidak bisa bergerak. Rasa takut mulai menyelimuti dirinya. Tiba-tiba, gadis kecil itu berhenti menangis dan tersenyum dengan senyuman yang mengerikan. Wajahnya berubah pucat pasi, dan matanya bersinar merah seperti darah.
Rini berteriak ketakutan dan berlari sekuat tenaga keluar dari ruang tamu. Dia bersembunyi di kamarnya, merapatkan pintu dan selimutnya. Tubuhnya gemetar ketakutan, keringat dingin membasahi dahinya.
Pagi harinya, Rini menceritakan kejadian semalam kepada neneknya. Neneknya tampak terkejut dan menceritakan kisah tragis tentang rumah itu. Dahulu kala, seorang gadis kecil bernama Laras tinggal di rumah tersebut. Dia meninggal secara tragis karena dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Arwah Laras konon masih gentayangan di rumah itu dan sering menangis di malam hari.
Nenek Rini meyakinkan Rini bahwa dia tidak perlu takut. Laras hanya ingin ditemani dan tidak akan menyakiti siapapun. Rini masih merasa ragu, namun dia mencoba untuk tidak memikirkannya lagi.
Malam-malam berikutnya, Rini tidak lagi mendengar suara tangisan. Dia mulai terbiasa dengan suasana rumah yang sunyi dan angker. Suatu hari, Rini menemukan sebuah boneka beruang tua di loteng rumah. Boneka itu lusuh dan berdebu, namun ada sesuatu yang menarik perhatian Rini.
Saat Rini menyentuh boneka itu, dia merasakan sensasi dingin dan aura kesedihan yang sama seperti yang dia rasakan saat bertemu dengan Laras. Rini yakin bahwa boneka itu milik Laras. Dia membawa boneka itu ke kamarnya dan memeluknya dengan erat.
Sejak saat itu, Rini tidak lagi merasa takut sendirian di rumah tua itu. Dia merasa seolah-olah Laras telah menjadi sahabatnya. Sesekali, Rini mendengar suara bisikan kecil di telinganya, seperti bisikan Laras yang ingin bermain dan bercerita.
Rumah tua yang dulunya terasa angker dan menyeramkan, kini menjadi tempat yang penuh dengan kenangan indah bagi Rini dan Laras. Meskipun Laras hanyalah arwah, persahabatan mereka terasa nyata dan menghangatkan hati Rini di tengah kesendiriannya.
Sumbawa, 27 Juni 2024