Hukum Pidana (KUHP) secara rinci telah mengatur tentang segala bentuk perbuatan yang dilarang oleh undang-undang seperti mencuri, membunuh, memperkosa, menganiaya dll. Jika perbuatan tersebut dilakukan, maka akan berakibat diterapkannya hukuman bagi pelaku kejahatan. Namun pada situasi tertentu ada hal-hal yang menyebabkan pelaku kejahatan terbebas dari hukuman. Hal tersebut biasa dikenal dengan istilah alasan penghapusan sanksi pidana.
Kitab Undang-undangAlasan penghapusan sanksi pidana dalam KUHP dibagi menjadi dua yakni alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan Pembenar yaitu alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana. Alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif). Misal, tindakan "pencabutan nyawa" yang dilakukan oleh eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati. Dalam kasus penembakan eksekutor yang dilakukan kepada terpidana mati merupakan alasan pembenar dalam melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan, hal itu dijelaskan dalam pasal 50 KUHP "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana".
Terdapat 4 macam alasan pembenar menurut KUHP diantaranya :
1. Dilakukan dalam keadaan darurat (Pasal 48 KUHP) "Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana". Implementasi penerapan pasal ini menekankan pada kalimat "pengaruh daya paksa". Mengenai pengertian daya paksa sendiri, harus dibuktikan dengan adanya pengaruh daya paksa secara lahir, batin, jasmani ataupun rohani. Selain itu terdapat daya paksa yang tidak dapat dilawan seperti pengaruh kekuasaan yang tidak dapat ditentang.Â
2. Pembelaan terpaksa (Pasal 49 ayat [1] KUHP) : "Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum".
3. Menjalankan perintah peraturan perundang-undangan (Pasal 50 KUHP) : "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana". Misalnya, seorang algojo melakukan eksekusi terhadap terpidana.
4. Menjalankan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP) : "Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana".
Selain alasan pembenar, terdapat alasan pemaaf dalam istilah penghapusan sanksi pidana. Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari pelaku tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif).
Implementasi pasal yang menjelasakan tentang penerapan alasan pemaaf dalam penghapusan sanksi pidana adalah :
a) Pasal 44 KUHP :
[1] Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
[2] Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
b. Pasal 49 ayat [2] KUHP : Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Contoh kasus : Ada seorang wanita mendapat ancaman pemerkosaan, apakah wanita tersebut dipidana apabila mencoba membela dirinya dengan melawan pelaku hingga pelaku terluka bahkan meninggal??Pada kasus diatas, wanita yang membela diri hingga pelaku meninggal dunia saat akan diperkosa masuk dalam alasan pemaaf dalam perbuatan tindak pidana, jika perbuatan wanita tersebut tidak berlebihan. Misal pada saat kejadian wanita membawa benda tajam, lalu menusuk jantung pelaku (bagian vital), yang menyebabkan pelaku meninggal. Namun hal tersebut dilakukan lantaran sang wanita dalam keadaan khilaf/panik). Inilah yang disebut sebagai pembelaan terpaksa yang melampaui batas karena itikad baik hendak melindungi kehormatannya (Pasal 49 ayat [2] KUHP).
Dari penjelasan diatas, kita jadi tahu bahwa tidak semua pelaku kejahatan dapat dipidana selama ia mampu mendalilkan kedudukan hukumnya berdasarkan alasan pembenar ataupun alasan pemaaf. Dengan demikian maka Hakim wajib menjatuhkan amar putusannya dengan bunyi "Lepas dari segala tuntutan hukum".Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H