Di sebuah dusun kecil bernama Kampung Lembayung, tinggallah seorang ibu bernama Rahayu. Wanita itu berusia 38 tahun, tetapi garis-garis di wajahnya membuatnya tampak lebih tua. Beban hidup telah mencuri kemudaannya, tetapi semangatnya tak pernah padam.
Rahayu tinggal bersama dua anaknya, Dewi yang berusia 10 tahun dan Bayu yang berusia 6 tahun. Sang suami, Andika, meninggalkan mereka begitu saja tiga tahun lalu tanpa kabar. Sejak saat itu, Rahayu menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga.
Setiap hari, Rahayu bangun saat langit masih gelap. Ia bekerja sebagai pemetik teh di perkebunan yang jaraknya tiga kilometer dari rumah. Ia harus berjalan kaki melalui jalan setapak yang licin dan berbatu, membawa keranjang besar yang nantinya akan penuh dengan daun-daun teh segar.
Pekerjaannya dimulai pukul lima pagi. Dengan tangan yang terlatih, ia memetik daun teh satu per satu. Terkadang, duri-duri kecil melukai jari-jarinya, tetapi Rahayu tak pernah mengeluh. Ia tahu, setiap helai daun teh yang ia kumpulkan adalah harapan bagi anak-anaknya.
Upahnya tidak besar, hanya cukup untuk membeli beras, lauk sederhana, dan membayar uang sekolah Dewi. Bayu, yang masih kecil, sering ia bawa ke ladang jika tidak ada tetangga yang bisa menjaganya.
Setiap hari, Rahayu bangun saat langit masih gelap. Ia bekerja sebagai pemetik teh di perkebunan yang jaraknya tiga kilometer dari rumah. Ia harus berjalan kaki melalui jalan setapak yang licin dan berbatu, membawa keranjang besar yang nantinya akan penuh dengan daun-daun teh segar.
Pekerjaannya dimulai pukul lima pagi. Dengan tangan yang terlatih, ia memetik daun teh satu per satu. Terkadang, duri-duri kecil melukai jari-jarinya, tetapi Rahayu tak pernah mengeluh. Ia tahu, setiap helai daun teh yang ia kumpulkan adalah harapan bagi anak-anaknya.
Upahnya tidak besar, hanya cukup untuk membeli beras, lauk sederhana, dan membayar uang sekolah Dewi. Bayu, yang masih kecil, sering ia bawa ke ladang jika tidak ada tetangga yang bisa menjaganya.
Setiap hari, Rahayu bangun saat langit masih gelap. Ia bekerja sebagai pemetik teh di perkebunan yang jaraknya tiga kilometer dari rumah. Ia harus berjalan kaki melalui jalan setapak yang licin dan berbatu, membawa keranjang besar yang nantinya akan penuh dengan daun-daun teh segar.
Pekerjaannya dimulai pukul lima pagi. Dengan tangan yang terlatih, ia memetik daun teh satu per satu. Terkadang, duri-duri kecil melukai jari-jarinya, tetapi Rahayu tak pernah mengeluh. Ia tahu, setiap helai daun teh yang ia kumpulkan adalah harapan bagi anak-anaknya.
Upahnya tidak besar, hanya cukup untuk membeli beras, lauk sederhana, dan membayar uang sekolah Dewi. Bayu, yang masih kecil, sering ia bawa ke ladang jika tidak ada tetangga yang bisa menjaganya.