Namun, untuk level senior tidak, karena mereka butuh pengalaman bertanding, terlabih para pemain putri juga butuh kontrak profesional dengan klub untuk mendapatkan penghasilan, dan hal itu hanya bisa terjadi jika ada liga.
Perempuan-perempuan muda Indonesia sejatinya ogah jadi pemain bola dan lebih memilih olahraga lain bukan karena timnas putri tidak ada harapan, tapi karena tidak adanya kompetisi, event, dan liga profesional yang diadakan oleh PSSI.
Sebenarnya banyak perempuan-perempuan muda yang berminat jadi pesepakbola, tapi karena tidak adanya liga profesional akhirnya mereka memutuskan pensiun dini.
Tanpa adanya liga, pesepak bola putri tidak akan punya masa depan karena tidak ada liga berarti tidak ada klub yang mengontrak, tidak punya kontrak artinya tidak mendapatkan penghasilan.
Tanpa adanya liga, pemain tidak punya wadah untuk berkompetisi, pemain tidak punya jam terbang dan tidak bisa mengembangkan diri.Â
Tanpa adanya liga, pelatih timnas akan kesulitan mendapatkan pemain berkualitas, dan tentu dirinya akan kesulitan membangun timnas yang bagus dan bisa bersaing.
Sehingga yang harusnya dilakukan PSSI untuk membangkitkan grassroot adalah membentuk ekosistem sepak bola putri lewat sebuah pembinaan, kompetisi usia muda, dan liga profesional.
Saat ini sudah mulai bermunculan pembinaan sepak bola putri yang dilakukan oleh swasta, sudah banyak juga SSB yang menyediakan kelas untuk putri, juga klub sepak bola putri independen. Ini semua harus didukung oleh PSSI.
PSSI tinggal menyiapkan wadah untuk para pemain tersebut berkompetisi dengan membuat liga semi-pro atau bahkan liga profesional yang bagus dan yang paling penting konsisten.
Dan untuk menggelar liga putri, PSSI tidak perlu menunggu klub Liga 1 (putra) membuat tim putri, karena saat ini banyak klub bola putri independen, mereka bisa jadi peserta liga putri. Tinggal PSSI mendorong dan mendukung agar klub tersebut semakin profesional.
Dengan adanya liga, nantinya akan muncul talenta-talenta hebat yang bisa menjadi tulang punggung tim nasional putri.