Mohon tunggu...
Abi Wihan
Abi Wihan Mohon Tunggu... Guru - Teacher

A Great Teacher is Inspiring

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Tapi Mati

2 Februari 2025   18:27 Diperbarui: 2 Februari 2025   18:27 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup Tapi Mati

Jiwa yang Kosong dari Mengingati Allah

"Hidup bukan sekadar bernafas, tetapi mengingati Allah. Hanya dengan hati yang terhubung kepada-Nya, kita akan menemukan kebahagiaan sejati."

Seorang lelaki bernama Faris duduk termenung di sebuah kafe. Di hadapannya, secangkir kopi yang mulai dingin, tetapi pikirannya jauh melayang. Wajahnya tampak lelah, meskipun ia memiliki segala yang diimpikan banyak orang: rumah mewah, mobil mahal, dan karier cemerlang. Namun, di dalam hatinya, ada kekosongan yang tak bisa ia jelaskan.

"Kenapa aku merasa seperti ini?" gumamnya pelan. Ia mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba mencari jawaban. Setiap hari ia bekerja keras, mengejar kesuksesan, tetapi kebahagiaan yang diharapkan tak kunjung datang. Hatinya seakan mati---tidak ada kedamaian, tidak ada kebahagiaan sejati.

Allah SWT berfirman:

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik."

(Surah Al-Hashr: 19)

Banyak orang seperti Faris. Mereka berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, tetapi sebenarnya mereka "mati". Bukan mati jasad, tetapi mati hati---hati yang jauh dari Allah, yang tidak lagi merasakan kehangatan iman, yang tidak lagi merasa bersalah ketika melakukan dosa, dan yang tidak lagi menikmati ibadah.

Sungguh merugi mereka yang hanya mengejar dunia, tetapi mengabaikan akhirat. Kesibukan dunia sering kali membuat manusia lupa tujuan hidupnya yang sebenarnya. Ketika hati mulai mati, dunia terasa hampa, meskipun segala kenikmatan ada dalam genggaman.

Tanda-Tanda Hati yang Mati

1. Tiada rasa bersalah ketika melakukan dosa

Dosa kecil dan besar dilakukan tanpa penyesalan. Hati yang hidup akan segera beristighfar, tetapi hati yang mati menganggap dosa sebagai kebiasaan.

2. Malas dalam beribadah

Solat hanya sekadar menggugurkan kewajiban, Al-Quran jarang dibaca, zikir semakin dilupakan. Ibadah terasa seperti beban, bukan kebutuhan.

3. Tidak terkesan dengan peringatan

Ketika mendengar ceramah agama atau ayat-ayat Al-Quran, hati tetap keras dan tidak tersentuh. Bahkan, kematian orang lain pun tidak menumbuhkan kesadaran untuk memperbaiki diri.

4. Lebih mencintai dunia berbanding akhirat

Segala usaha dicurahkan untuk dunia, tetapi bekal untuk akhirat diabaikan. Kejayaan dunia dikejar mati-matian, sementara akhirat dilupakan.

Menghidupkan Hati yang Mati

1. Taubat Nasuha

Hati yang mati dapat dihidupkan kembali dengan bertaubat kepada Allah. Menyesali dosa yang lalu dan bertekad untuk tidak mengulanginya.

2. Perbanyakkan Zikir dan Al-Quran

Rasulullah SAW bersabda:

"Perumpamaan orang yang mengingati Tuhannya dengan orang yang tidak mengingati-Nya seperti orang yang hidup dan mati."

(HR Bukhari dan Muslim)

3. Solat dengan Khusyuk

Solat bukan sekadar rutinitas, tetapi pertemuan dengan Allah. Solat yang khusyuk akan membersihkan hati dan menjauhi kita dari maksiat.

4. Bersahabat dengan Orang Soleh

Sahabat yang baik akan mengingatkan kita kepada Allah. Lingkungan yang soleh akan membantu menjaga hati tetap hidup.

Malam itu, Faris duduk termenung di dalam kamar. Pikirannya penuh dengan pertanyaan tentang hidupnya yang terasa kosong. Tiba-tiba, terdengar suara azan dari masjid dekat rumahnya. Sudah lama ia tidak ke masjid. Dengan langkah ragu, ia mengambil wudhu dan berjalan menuju masjid.

Di sana, seorang lelaki tua menyapanya dengan senyuman. "Sudah lama tak melihatmu di sini, Nak," katanya ramah.

Faris hanya tersenyum malu. Setelah solat, ia duduk sebentar, mendengar lantunan ayat suci Al-Quran. Suaranya begitu merdu, seakan menenangkan jiwanya yang gersang.

"Tahukah kamu, Nak, apa yang membuat hati kita mati?" tanya lelaki tua itu.

Faris menggeleng.

"Lupa kepada Allah," jawabnya pelan. "Ketika kita jauh dari-Nya, hati kita menjadi keras. Tapi ingat, selama kita masih bernyawa, masih ada kesempatan untuk kembali."

Faris terdiam. Kata-kata itu seperti tamparan baginya. Ia sadar, selama ini ia terlalu sibuk mengejar dunia dan melupakan akhirat. Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia menangis dalam sujudnya.

Penutup 

Setiap manusia pasti pernah merasakan kekosongan dalam hidup. Namun, penyebabnya bukan karena kurangnya harta atau kesuksesan, melainkan karena jauhnya hati dari Allah.


Hidup ini bukan sekadar bernafas dan mengejar dunia. Hidup yang sebenarnya adalah ketika hati terisi dengan iman dan taqwa. Dunia ini hanya sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan abadi.


Banyak orang yang tampaknya bahagia, tetapi hatinya kosong. Mereka tertawa di luar, tetapi menangis di dalam. Mereka sibuk dengan pekerjaan, tetapi hatinya gersang.


Namun, selama kita masih diberi kesempatan, kita bisa kembali kepada Allah. Taubat selalu terbuka, rahmat-Nya tak terbatas. Yang penting adalah kesungguhan kita untuk berubah.


Jangan biarkan hati kita mati dalam kehidupan ini. Bangkitlah, hidupkan hati dengan mengingat Allah. Karena hanya dengan hati yang hidup, kita akan benar-benar "hidup" di dunia dan di akhirat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun