Dari kisah Rafi dan Farhan, kita bisa belajar bahwa keikhlasan adalah kunci dalam berbuat baik. Jika kita hanya berpura-pura baik, cepat atau lambat orang lain akan menyadari kepalsuan kita. Namun, jika kita ikhlas, kebaikan itu akan tetap terasa meski tanpa pengakuan.
Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa keikhlasan adalah inti dari ibadah dan amal. "...ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama,..." (Al-Bayyinah: 5). Ini menjadi pengingat bagi kita bahwa segala perbuatan baik seharusnya berlandaskan ketulusan hati, bukan sekadar mencari pujian.
Kemunafikan dalam kebaikan justru bisa berbahaya. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa penyakit hati yang paling berbahaya adalah kemunafikan, karena ia menipu diri sendiri dan orang lain. Jika terus dibiarkan, seseorang bisa terbiasa berpura-pura hingga lupa bagaimana rasanya berbuat baik dengan tulus.
Setiap orang pasti ingin dikenal sebagai pribadi yang baik. Namun, apakah itu benar-benar karena niat tulus atau sekadar citra diri? Ini adalah pertanyaan yang harus kita jawab dengan jujur.
Pada akhirnya, kebaikan yang ikhlas akan bertahan lama, sementara kebaikan yang berpura-pura hanya akan hilang seiring waktu. Maka, mari kita berusaha untuk berbuat baik bukan karena ingin dipuji, tetapi karena itu memang hal yang benar untuk dilakukan. Â
Kesimpulan
Keikhlasan adalah inti dari kebaikan yang sejati. Orang yang berbuat baik dengan ikhlas tidak mengharapkan pujian, sedangkan orang yang berpura-pura baik hanya mencari perhatian. Dalam kehidupan, kita perlu mengevaluasi niat kita dalam berbuat baik agar tidak terjebak dalam kepalsuan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI