Tiga Penyesalan yang Terlambat Disadari Manusia
Waktu adalah nafas yang, sekali terlewat, tak akan kembali. Gunakanlah setiap detik untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebab penyesalan selalu datang terlambat.
Hidup adalah anugerah yang penuh misteri. Setiap detik yang berlalu membawa kita lebih dekat ke titik akhir perjalanan, yakni kematian. Namun, seringkali manusia terlena dalam buaian duniawi dan melupakan esensi keberadaannya di muka bumi. Dalam hiruk-pikuk kesibukan, kita kerap menunda-nunda berbuat kebaikan, hingga waktu berlalu begitu saja tanpa makna yang berarti.
Saya masih ingat saat kecil, ketika menemani kakek ke masjid setiap subuh. Di tengah perjalanan, kakek selalu berkata, "Masjid ini akan menjadi tempat terakhir yang akan didatangi setiap orang, suka atau tidak." Saat itu, saya belum memahami maknanya. Namun, kini saya sadar bahwa ucapan kakek adalah pengingat bahwa kematian adalah kepastian, dan masjid sering menjadi saksi terakhir sebelum seseorang dimakamkan. Pernahkah kita berpikir, apakah masjid hanya akan kita kunjungi di saat itu?
Di tengah kenyataan ini, muncul pertanyaan besar: Apa yang akan terjadi jika kita hanya mengejar dunia dan melupakan akhirat? Bagaimana jika seluruh waktu yang kita miliki dihabiskan untuk hal-hal yang fana, tanpa mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi di akhirat? Tiga kisah nyata tentang manusia yang terlambat menyadari esensi waktu menjadi cerminan bahwa penyesalan tidak pernah mendahului, tetapi selalu datang di akhir.
Kisah pertama adalah tentang seorang lelaki yang tak pernah memasuki masjid, kecuali jenazahnya diusung ke sana untuk dishalatkan. Kisah kedua adalah seorang wanita yang tak pernah menutupi auratnya, kecuali ketika tubuhnya sudah dikafankan. Dan kisah terakhir, seseorang yang tak pernah mau bersedekah, kecuali ketika keluarganya bersedekah atas namanya setelah ia berada di alam kubur. Ketiga kisah ini menggambarkan bagaimana manusia seringkali menunda hal baik hingga waktu tidak lagi memihak mereka.
Mari kita bahas lebih dalam tentang tiga kisah nyata tersebut yang dapat menjadi cerminan nyata tentang bagaimana waktu dan kesempatan sering kali terabaikan, hingga akhirnya hanya menyisakan penyesalan di ujung kehidupan.
1. Seorang lelaki yang tidak pernah masuk masjid kecuali jenazahnya
Kisah ini menjadi gambaran nyata tentang seseorang yang sepanjang hidupnya tidak memprioritaskan ibadah. Ia begitu sibuk dengan urusan duniawi, bekerja siang dan malam demi mengejar materi. Masjid yang seharusnya menjadi tempat ia mendekatkan diri kepada Allah, justru jarang atau bahkan tidak pernah ia kunjungi. Tragisnya, masjid hanya menjadi tempat persinggahan terakhirnya ketika ia telah tiada, sebagai jenazah yang dishalatkan.
Saya pernah menghadiri pemakaman seorang lelaki yang dikenal rajin bekerja tetapi jarang terlihat di masjid. Ketika jenazahnya dishalatkan, suasananya terasa berbeda. Hanya sedikit orang yang hadir untuk mendoakannya. Sebuah pemandangan yang menyesakkan hati. Padahal, seharusnya hidup adalah kesempatan untuk mengisi lembaran amal dengan kebaikan, termasuk memakmurkan masjid. Kehidupan dunia ini fana, dan pada akhirnya, semua yang kita kejar tidak akan berarti tanpa bekal ibadah.
2. Seorang wanita yang tidak pernah menutupi auratnya kecuali ketika dikafankan
Kisah ini menggambarkan wanita yang sepanjang hidupnya tidak peduli terhadap kewajiban menutup aurat. Ia lebih memilih mengikuti tren mode yang terkadang tidak sesuai dengan syariat Islam. Ketika nasihat diberikan, ia menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak relevan atau bahkan membatasi kebebasannya. Namun, pada akhirnya, ia mengenakan "pakaian tertutup" hanya saat ia telah wafat kain kafan yang menjadi penutup terakhirnya.
Saya teringat cerita seorang teman tentang wanita muda yang meninggal dalam kecelakaan mendadak. Semasa hidupnya, ia sering mengabaikan nasihat untuk menutup aurat. Ketika jenazahnya dimandikan dan dikafani, semua orang terdiam, menyadari betapa akhirnya auratnya ditutupi dalam keadaan yang tidak pernah ia bayangkan. Kisah ini menjadi pengingat betapa pentingnya memanfaatkan hidup untuk taat kepada Allah sebelum semuanya terlambat.
3. Seseorang yang tidak pernah bersedekah kecuali keluarganya bersedekah atas namanya
Kisah terakhir adalah tentang seseorang yang tidak pernah mau berbagi rezeki dengan sesama. Ia begitu sibuk menumpuk harta, namun lupa bahwa sedekah adalah investasi untuk akhirat. Ketika ia wafat, amal sedekah baru dilakukan oleh keluarganya atas namanya. Namun, itu pun belum tentu dilakukan dengan penuh ketulusan atau kepedulian.
Ada cerita dari seorang kerabat tentang seorang lelaki kaya raya yang meninggalkan banyak harta, tetapi sangat sedikit berbuat kebaikan selama hidupnya. Ketika meninggal, keluarganya hanya bersedekah kecil-kecilan untuknya, lebih sebagai formalitas daripada bentuk kasih sayang. Padahal, jika ia bersedekah semasa hidup, manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh orang lain, tetapi juga menjadi bekal yang terus mengalir untuk dirinya di akhirat.
Ketiga kisah ini menjadi pelajaran berharga bahwa kesempatan untuk berbuat baik adalah sekarang, bukan nanti. Jangan biarkan kesibukan duniawi mengalihkan perhatian kita dari kewajiban sebagai hamba Allah. Sebab, waktu adalah ibadah, dan setiap detik yang diberikan kepada kita harus diisi dengan ketaatan kepada-Nya.
Manusia sering kali lupa bahwa dunia ini hanyalah persinggahan sementara. Kita terlalu sibuk mengejar kesenangan dunia yang fana, hingga lupa bahwa waktu terus bergulir dan tidak akan pernah kembali. Pada akhirnya, kematian datang tanpa memberi peringatan, dan penyesalan menjadi teman yang tak terhindarkan.
Manusia memang sering tergesa-gesa dalam mengejar urusan duniawi, tetapi justru santai ketika menghadapi panggilan Allah. Ketika suara azan berkumandang, banyak dari kita yang enggan bergegas memenuhi panggilan-Nya. Ironisnya, untuk urusan dunia, kita bisa rela menunggu berjam-jam agar tidak terlambat. Maka, penting bagi kita untuk merenungkan makna waktu yang sebenarnya bahwa waktu bukan sekadar uang, melainkan ibadah yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Firman Allah dalam QS Al-A'la ayat 16 mengingatkan, "Sedangkan kamu lebih mengutamakan kehidupan dunia." Ayat ini menjadi refleksi atas perilaku banyak manusia yang lebih mengutamakan kesenangan dunia dibanding mempersiapkan bekal akhirat. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui orang yang begitu sibuk mengejar harta, jabatan, atau popularitas, tetapi lupa menyisihkan waktu untuk beribadah, berbuat baik, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Waktu adalah anugerah yang tak ternilai. Setiap detik yang berlalu tidak akan pernah kembali. Sebagaimana nafas kita yang terus berjalan, hari-hari yang terlewat membawa kita semakin jauh dari hari kelahiran dan semakin dekat ke liang kubur. Umur yang tersisa adalah misteri, dan tidak ada seorang pun yang tahu kapan masanya akan tiba. Oleh karena itu, jangan biarkan hari ini berlalu tanpa kebaikan.
Kita tidak boleh tertipu oleh usia muda atau tubuh yang sehat. Kematian tidak mengenal usia maupun kondisi tubuh. Setiap orang harus terus berbuat baik, berkata baik, dan menebarkan manfaat bagi sesama. Jadilah seperti akar yang tak terlihat, tetapi menyokong kehidupan. Jadilah seperti jantung yang terus berdetak, meski tak tampak oleh mata. Hidup ini adalah perjalanan menuju kematian, dan kematian adalah awal kehidupan abadi.
Waktu sering kali terasa seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memberi kita kesempatan untuk berbuat kebaikan dan menggapai cita-cita. Namun di sisi lain, jika kita tidak bijak menggunakannya, waktu justru menjadi saksi atas kelalaian kita. Banyak dari kita yang sibuk memikirkan hari esok, padahal hari ini adalah kesempatan nyata untuk melakukan hal yang benar. Sayangnya, kesadaran itu sering datang terlambat, ketika kita sudah kehilangan momen berharga yang tak mungkin diulang.
Pernah suatu kali, saya terlambat shalat karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Awalnya saya berpikir, "Nanti saja, masih ada waktu." Namun, tanpa terasa, waktu shalat hampir habis, dan saya baru tersadar betapa besar kerugian yang saya alami. Perasaan bersalah menyelimuti, tetapi itu menjadi pelajaran berharga. Kesibukan duniawi memang sering membuat kita lupa bahwa waktu tidak pernah menunggu. Setiap detik yang berlalu harus diisi dengan sesuatu yang bernilai.
Sikap menunda ibadah sering kali berakar dari pandangan kita terhadap kehidupan. Kita lebih menghargai hal-hal yang tampak, seperti harta, kedudukan, dan kesenangan dunia, dibandingkan dengan nilai-nilai yang bersifat rohani. Dunia ini memang menggoda, tetapi kita harus sadar bahwa semua itu bersifat sementara. Ketika waktu kita di dunia selesai, harta dan kedudukan tidak lagi memiliki arti. Yang tersisa hanyalah amal ibadah dan kebaikan yang pernah kita lakukan.
Kita juga perlu merenungkan, apakah kita sudah benar-benar menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain? Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." Jangan sampai hidup kita hanya berisi kesibukan mengejar hal-hal yang fana, tanpa meninggalkan jejak kebaikan. Jadilah pribadi yang dikenang karena kebaikan hati, bukan karena kekayaan atau jabatan. Sebab, pada akhirnya, hanya amal baiklah yang akan menemani kita di alam kubur.
Kesimpulan
Kematian adalah kepastian yang tidak dapat dihindari. Namun, bagaimana kita mati adalah pilihan yang harus kita tentukan sejak sekarang. Apakah kita akan meninggalkan dunia ini dengan penuh penyesalan, atau dengan senyuman bahagia karena telah memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya? Jadikan hari ini lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI