JAM TANGAN
Jangan biarkan dunia mendikte nilai dari apa yang Anda kenakan. Fokuslah pada fungsi dan makna, bukan sekadar penampilan. Pilihan Anda mencerminkan siapa Anda, bukan apa yang orang lain ingin lihat
Jam tangan bukan sekadar penunjuk waktu, tetapi pengingat bahwa setiap detik adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik
Memakai jam tangan sudah menjadi kebiasaan saya. Jika tidak memakai jam tangan, rasanya seperti ada yang kurang, karena benda ini sudah menjadi kebutuhan bagi saya. Jam tangan yang saya kenakan pun sederhana, jauh dari kata mahal. Selain menyesuaikan dengan kemampuan finansial, saya memilihnya karena kebutuhan dasar untuk melihat waktu. Jam tangan yang saya pakai jarang berganti, dan jika rusak pun, saya lebih memilih memperbaikinya daripada membeli yang baru.
Di sisi lain, jam tangan memiliki makna yang lebih dalam bagi banyak orang. Bagi sebagian orang, jam tangan adalah simbol kedisiplinan dan tanggung jawab. Dengan mengenakan jam tangan, mereka merasa lebih terorganisir dan memiliki kendali atas waktu mereka. Jam tangan juga sering kali menjadi bagian dari rutinitas harian yang membuat seseorang merasa "siap" menghadapi aktivitas sepanjang hari.
Namun, di era digital saat ini, fungsi jam tangan sebagai penunjuk waktu bisa dibilang telah tergantikan oleh ponsel dan perangkat elektronik lainnya. Meski demikian, popularitas jam tangan tidak berkurang---malah justru meningkat, terutama di kalangan pecinta fashion dan kolektor. Ini menunjukkan bahwa jam tangan bukan lagi sekadar alat untuk mengetahui waktu, melainkan juga menjadi elemen gaya hidup yang mencerminkan kepribadian dan selera seseorang.
Namun, fenomena lain yang menarik adalah kecenderungan sebagian orang untuk membeli jam tangan mahal, bahkan memiliki koleksi dengan berbagai model dan merek. Kita sering bertanya-tanya, apakah ini benar-benar kebutuhan, atau hanya sekadar cara untuk menunjukkan status sosial? Di sinilah pentingnya memahami kembali esensi jam tangan---sebagai alat fungsional, simbol gaya, atau bahkan sebagai simbol status.
Pada awalnya, jam tangan diciptakan untuk satu tujuan utama: menunjukkan waktu. Dalam keseharian yang serba cepat, mengetahui waktu dengan mudah dan praktis adalah sebuah kebutuhan. Namun, seiring waktu, jam tangan berkembang menjadi lebih dari sekadar alat penunjuk waktu---ia menjadi simbol gaya, status sosial, bahkan identitas diri.
Pertanyaan yang sering muncul adalah: mengapa kita membeli jam tangan mahal, bahkan sangat mahal, jika fungsi dasarnya sama saja, yakni menunjukkan waktu? Jawabannya sering kali terletak pada nilai di luar fungsi. Jam tangan mahal biasanya terbuat dari material berkualitas tinggi seperti emas, perak, atau berlian, serta diproduksi dengan teknologi canggih dan desain yang presisi. Bagi sebagian orang, memiliki jam tangan mahal adalah bentuk apresiasi terhadap seni dan keterampilan pembuatannya.
Namun, tidak sedikit pula yang membeli jam tangan mahal untuk alasan yang lebih subjektif, seperti ingin menunjukkan status sosial atau mengikuti tren fashion. Di sini, jam tangan berubah fungsi menjadi "simbol"---baik simbol kesuksesan, gaya hidup, maupun upaya membangun kepercayaan diri.
Ironisnya, fungsi utama jam tangan sebagai penunjuk waktu sering kali terabaikan. Di era digital, kita dapat dengan mudah mengetahui waktu melalui ponsel, komputer, atau perangkat elektronik lainnya. Lalu, apakah masih relevan memakai jam tangan, terutama yang mahal?
Di sinilah refleksi perlu dilakukan. Memiliki lebih dari satu jam tangan mahal hanya untuk menyesuaikan dengan pakaian bisa dianggap berlebihan jika tidak didasarkan pada kebutuhan yang rasional. Pola konsumsi seperti ini sering kali lebih didorong oleh gaya hidup konsumtif daripada kebutuhan nyata.
Penting bagi kita untuk kembali pada esensi: apa tujuan kita memakai jam tangan? Jika tujuannya adalah untuk mengetahui waktu, maka jam tangan sederhana yang fungsional sudah lebih dari cukup. Namun, jika jam tangan dianggap sebagai ekspresi diri atau simbol status, pertimbangkan apakah pengeluaran tersebut benar-benar sejalan dengan nilai dan prioritas hidup kita.
Memakai jam tangan bukanlah hal yang salah, bahkan memilih jam tangan yang mahal pun tidak salah selama itu sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan kita. Namun, ada baiknya kita menghindari perilaku konsumtif yang hanya untuk memenuhi ekspektasi sosial atau sekadar "terlihat keren".
Kesimpulan
Jam tangan adalah alat sekaligus simbol. Pilihan ada di tangan kita: memakainya karena kebutuhan, gaya, atau sekadar memenuhi tuntutan sosial. Yang terpenting, kita perlu jujur pada diri sendiri. Membeli sesuatu seharusnya berdasarkan kebutuhan dan nilai, bukan hanya karena tekanan sosial atau keinginan untuk pamer. Dengan begitu, kita tidak hanya bijak dalam berbelanja, tetapi juga dalam menjalani hidup.
Terimakasih
Semoga Bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H