Dini hari yang tenang berubah ngeri,
Bumi menggeliat, bergetar tak henti.
Langit gelap, laut mendesah,
Gelombang raksasa datang merampas nafkah.
Aku berdiri, tubuh gemetar,
Di depan mataku rumah terlempar.
Teriakan tak sampai pada telinga,
Semua lenyap, tersapu gelombang derita.
Anak-anak kecil hilang di pelukan,
Ibu dan ayah tenggelam tanpa pesan.
Pasar, masjid, sekolah pun rata,
Hanya duka menyisa di sudut mata.
Tanah ini, dulu harum zikir,
Kini menyimpan tangis getir.
Air mata bercampur lumpur,
Di mana tawa yang dulu bergulir?
Hari-hari berganti, namun luka abadi,
Setiap desiran ombak membawa memori.
Kita, saksi bisu sejarah kelam,
Tsunami mengingatkan, hidup tak selamanya tenang.
Dua dekade berlalu, Aceh kembali tegak,
Namun di hati ini, selalu ada retak.
Doa untuk mereka yang telah pergi,
Semoga damai di pelukan Ilahi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI